EVALUASI TEOLOGI
TERHADAP KONSEP KESELAMATAN DALAM TEOLOGI TRANSPOSISI MENURUT CHOAN-SENG SONG
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Hidup dan bertanggungjawab hanya kepada satu penonton
tunggal yaitu Allah yang di hadapan-Nya saya hidup dan melayani.
Coram Dei
Ayat Emas:
Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku
dengan tidak bercela.
Kejadian 17:1b
Karya tulis ini
dipersembahkan kepada: Tuhan Yesus Kristus, yang oleh-Nya saya dipanggil dan
menerima pelayanan menjadi hamba Tuhan.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Boyro Purba Siboro
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 06 Desember 1988
Kewarganegaraan : Indonesia
Asal Gereja : Gereja Gerakan
Pentakosta (GGP) Elim Prumpung
Bogor
Nama Ayah : Budiaman Purba
Siboro
Nama Ibu : Berna Detta
br. Sinaga
Pendidikan : SD RK Budi
Luhur, Medan Denai 1995-2001
: SMP RK Deli Murni
Sibolangit Deli Serdang,
Bandar
Baru 2001-2004
: Ijazah Paket C, Medan
2007
LEMBARAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi : EVALUASI TEOLOGI
TERHADAP KONSEP
KESELAMATAN DALAM TEOLOGI
TRANSPOSISI MENURUT CHOAN-SENG
SONG
Disusun Oleh : Boyro Purba Siboro
Nomor Induk Mahasiswa : 2011-1782
Program Pendidikan : Sarjana Teologi S.1
Jurusan : Teologi/
Kependetaan
Lembaga Pendidikan : Sekolah Tinggi Teologi
Satyabhakti, Malang
Malang,
21 Agustus 2014
Disetujui
Dosen Pembimbing
Drs. Gani Wiyono, M. Div., M. Th.
PENGESAHAN KARYA ILMIAH
Skripsi ini diberi judul
EVALUASI TEOLOGI
TERHADAP KONSEP KESELAMATAN DALAM TEOLOGI TRANSPOSISI MENURUT CHOAN-SENG SONG
Ditulis oleh:
Boyro Purba Siboro
Untuk memenuhi salah satu syarat akademik bagi
pencapaian gelar
SARJANA TEOLOGI S.1
Jurusan Pastoral/Kependetaan
Telah dibaca, diuji, diterima dan disahkan oleh: Tim
Penguji, Bidang Akademik dan Ketua Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti-Malang
Disahkan di : Malang
Tanggal : 29 Agustus 2014
TIM PENGUJI
Anggota I Ketua Anggota II
Julia Theis, M. A. Drs. Gani Wiyono, M. Div., M. Th. Triyogo Setyamoko, M.A.
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA
SATYABHAKTI
Ketua, Bidang Akademik
Gatut
Budiyono, M. Div., D. Min. Drs. Gani Wiyono, M. Div., M. Th.
KATA PENGANTAR
Karya tulis ini berawal dari studi saya ketika tingkat
pertama di sekolah tinggi teologi.
Menariknya pemikiran Choan-Seng Song karena dipadu dengan cerita-cerita
dan perjumpaan Alkitab dengan kebudayaan Asia.
Indonesia memiliki seribu macam cerita rakyat yang jika diceritakan
tidak aka nada habis-habisnya. Untuk
itulah tulisan Choan-Seng Song begitu nyata dan hidup dalam pandangan saya.
Keselamatan dalam Yesus membuat kehidupan menjadi
bermakna dan berharga. Keselamatan yang
utuh yang menyangkut kehidupan dunia yang akan datang maupun sekarang ini. Kekristenan telah memukul konsep keselamatan
terlalu jauh sehingga meninggalkan kesan bahwa Allah hanya peduli dengan jiwa
seseorang. Di sinilah Choan-Seng Song
memberikan salah satu penekanan keselamatan Alkitab yakni pembebasan sosial-politik
dan ekonomi. Aspek yang sangat sering
diabaikan oleh kaum Injili. Melalui
tulisan yang singkat ini penulis berharap dapat memaparkan konsep keselamatan
Choan-Seng Song dan mengevalusinya secara jujur dan berimbang.
Saya berterima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus yang
telah memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan
ini. Bagi Dialah kemuliaan sampai
selama-lamanya. Saya juga berterima
kasih kepada orang tua yang selalu menerima dan mendukung saya dalam masa
studi. Terima kasih yang
sebesar-besarnya saya ucapakan untuk dosen pembimbing saya, Drs. Gani Wiyono,
M. Th. atas kesabaran dan hikmat bapak dalam membimbing selama penulisan
skripsi. Kepada para sahabat, Miros,
Julius, William, Bing saya berterima kasih untuk persahabatan kita yang jujur
dan manis. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada adik tingkat saya, Andreas, Kalfrius dan Imanuel yang sering
memberikan dukungan.
DAFTAR ISI
Motto dan Persembahan ……………………………………………………………. i
Daftar Riwayat Hidup
……………………………………………………………… ii
Lembar Persetujuan
………………………………………………………………... iii
Lembar Pengesahan Karya
Ilmiah …………………………………………………. iv
Kata Pengantar
……………………………………………………………………… v
Daftar Isi
……………………………………………………………………………. vi
Abstraksi
……………………………………………………………………………. ix
BAB I. PENDAHULUAN
…………………………………………………………… 1
Latar-Belakang Masalah
………………………………………………… 1
Pembatasan
Masalah ……………………………………………………. 4
Pernyataan
Masalah ……………………………………………….…….. 4
Pertanyaan
Riset …………………………………………………….…… 4
Tujuan
Penulisan ………………………………………………….……..
5
Kepentingan
Penulisan ………………………………………… ………. 5
Gagasan
pokok (Thesis Statement) ……………………
……………….. 6
Penegasan
Istilah ………………………………………………………..
6
Metodologi
Penelitian ………………………………………………….. 7
Sistematika
Penulisan ……………………………….………………….. 7
BAB II. LATAR BELAKANG
PRIBADI
DAN PEMAHAMAN TEOLOGI
CHOAN-SENG SONG ……………………….. 10
Profil C. S. Song
…………………………….…………………………. 10
Deskripsi
Transposisi Menurut C. S. Song …………………………… 12
Definisi …………………………………………………………….
12
Dasar Perjanjian Lama ……………………………………………. 14
Menara Babel vs Heilsgeschichte ……………………………. 14
Panggilan Abraham (Israel) dan Bangsa-Bangsa ……………. 15
Keluaran hingga
Pembuangan………………………………... 16
Koresy dan Nebukadnezar dalam Terang Baru ………..…
17
Dasar
Perjanjian Baru …………………………………………………
20
Salib dan Kebangkitan
…………………………………………… 20
Mesias yang Menderita vs Mesias Politik ….……………………. 22
Orang Farisi vs
Pemungut Cukai ………………………………… 23
Perwira Romawi dan
Perempuan Kanaan ……………………….. 24
Transposisi Allah di Asia
…………………………………………… 26
Tansposisi Allah dalam
Mandat Sorgawi ………………………. 26
Transposisi Allah dalam
Dukkha ……………….………………. 28
Konsep Keselamatan
Menurut C.S. Song …...............………………
31
Jangkauan Keselamatan ………………………………………… 31
Inkarnasi Allah ………………………………………………….. 33
Definisi Keselamatan …………………………………………… 36
BAB III. EVALUASI
KONSEP KESELAMATAN CHOAN-SENG SONG ….
38
Keselamatan Menurut Alkitab ……………………………………… 38
Keselamatan Secara Umum …………………………………….. 38
Keselamatan dari Dosa ….………………………………………. 40
Evaluasi
Konsep Keselamatan C.S. Song …………………………... 42
Metode dan Sistem
Hermeneutika Song ………………………... 42
Evaluasi Transposisi
Song ………………………………………. 46
Pluralis Agama Sebagai
Alternatif ?. ……………………………. 53
Keselamatan yang Holistik ………………………………………. 57
BAB VI. PENUTUP
……………….……………………………………………… 61
Kesimpulan ………………………………………….…...…………... 61
Saran-saran
…………………………………………………………... 62
Mahasiswa ……………………………………………………….. 62
Gereja …………………………………………………………….. 62
Datar Pustaka ………………………………………………………… 63
ABSTRAKSI
Choan-Seng Song menjabarkan dasar dari teologi
transposisi melalui kisah-kisah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Song berargumentasi bahwa ada banyak sekali
bukti yang mendukung bahwa karya Allah yang menyelamatkan tidak hanya terdapat
di dalam Israel dan gereja Kristen (sejarah Keselamatan). Penolakan Song terhadap sejarah Keselamatan
yang disebut dengan transposisi. Setelah
menyusun dasar dari pemikiran Song mengenai transposisi, penulis akan
menyelidiki konsep keselamatan Song.
Sumber yang penulis gunakan menyusun pemikiran Song
terdapat dalam kedua bukunya yang berjudul Allah
yang Turut Menderita dan Sebutkanlah
Nama-Nama Kami. Kemudian akan
berinteraksi dengan pemikiran tersebut serta mengevaluasinya. Penulis akan mengevaluasi pemikiran Song dari
sudut pandang Injili-Pentakosta
tradisional. Posisi penulis sendiri
adalah eksklusif partikularis yaitu pandangan yang berpendapat di luar Yesus
tidak ada keselamatan. Keselamatan di
dalam Yesus adalah keselamatan yang holistik, baik menyangkut hidup yang akan
datang maupun sekarang ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
“Banyak jalan menuju Roma,” adalah
sebuah ungkapan kuno yang begitu terkenal.
Bila diterapkan dalam bahasa religius maka akan berbunyi seperti ini, “Banyak
jalan menuju Sorga.” Ungkapan ini bukan
hanya mengungkapkan bahwa ada banyak agama tetapi juga sebuah semangat
toleransi dalam kehidupan beragama.
Dalam abad yang multikultural dan multireligius ini, mau tidak mau
setiap orang dituntut harus menghormati dan menghargai kepercayaan orang
lain.
Kekristenan tradisional mengklaim bahwa
Yesus Kristus adalah pernyataan Allah yang final dan menyelamatkan, di luar ini
tidak ada keselamatan. Pandangan ini dapat
juga disebut dengan istilah Eksklusivisme
yang berarti Yesus Kristus adalah penyataan Allah
yang final, kebenaran Allah yang Absolut, Yesus sebagai perantara sekaligus
pelaksana satu-satunya keselamatan manusia, melalui karya kematian-Nya di salib
dan kebangkitan dari antara
orang mati.[1] Kebenaran tersebut menunjukan bahwa tidak ada
keselamatan di luar
Yesus Kristus. Dengan kata lain semua
orang terhilang dan binasa apabila tidak mempercayai Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat.
Beberapa pemikir Kristen, menyuarakan
agar menimbang atau mengkaji ulang tentang keunikan agama Kristen.[2] Salah satunya adalah Choan-Seng Song[3]
seorang teolog Asia yang berasal dari Taiwan.
Song mengajukan sebuah proposal teologi untuk menjawab permasalahan di
atas yang ia anggap sesuai dengan konteks Asia.
Song memberi proposal teologinya dengan nama “Transposisi.” Menurut Song Transposisi memiliki beberapa
arti yaitu
pertama, sebagai perubahan dari satu tempat atau periode waktu lain. Kedua, penerjemahan ke dalam bahasa, gaya
atau cara pengungkapan yang lain.
Ketiga, yang paling penting adalah Inkarnasi,[4]yang
diungkapkan oleh Song sebagai, “budaya asing harus menjadi daging bagi budaya
setempat.”[5] Maksudnya adalah inkarnasi Allah bukan hanya
ada dalam Yesus Kristus tetapi juga ada dalam setiap budaya dan
kepercayaan. Jadi, untuk melihat karya
Allah yang menyelamatkan maka seseorang harus melihat ke dalam budaya tertentu
dan mempelajari karya Allah yang menebus di dalamnya.
Song berpendapat, apabila kekristenan
memandang tidak ada karya keselamatan Allah di luar Israel dan Gereja berarti
kekristenan telah mengkarikaturkan Allah.[6] Song tidak setuju dengan pandangan
tradisional yang berpendapat bahwa Israel dan Gereja sebagai pembawa dan
saluran keselamatan Allah kepada umat manusia.
Song berpendapat:
Tetapi
ada petunjuk dalam Alkitab bahwa rancangan keselamatan Allah bagi ciptaan
melangkah jauh melampaui teologi Kristen tentang sejarah. Petunjuk-petunjuk ini tampaknya
memperlihatkan kepada kita bahwa Allah menganggap masing-masing dan setiap
bangsa sama pentingnya seperti Israel dan persekutuan Kristen. Di dalam Israel dan gereja, rancangan
keselamatan Allah diungkapkan dengan amat sangat kuat. Tetapi
penyingkapan diri Allah yang intensif
itu tidak menghalangi penyingkapan-penyingkapan diri Allah yang lain dalam
bentuk-bentuk lain di tempat-tempat lain, dengan tingkat-tingkat intensitas
yang berbeda-beda.[7]
Menurutnya,
bangsa-bangsa lain termasuk Asia memiliki keselamatan yang sama seperti yang
dimiliki oleh Israel dan Gereja.[8]
Keunikan ajaran kekristenan yang
mengklaim sebagai satu-satunya sarana jalan keselamatan kepada Allah harus
ditolak karena tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab sendiri. Song melakukan penelusuran bahwa Allah juga telah
bekerja dalam sejarah bangsa-bangsa lain.
Hal ini dapat ditelusuri sejak kisah menara Babel, pemanggilan Abraham,
pengungsian keluarga Israel ke Mesir, keluar dari Mesir, penawanan dan
pembuangan ke Babel. Song melihat bahwa
Allah berkarya dalam bangsa-bangsa lain sebagai alat Allah. Allah adalah pencipta seluruh manusia dan Allah
adalah pencipta sejarah seluruh manusia sehingga Allah bukan hanya berkarya di
dalam Israel dan Gereja tetapi juga di seluruh bangsa-bangsa dunia ini. Menurut Song, “Seluruh sejarah adalah sejarah
Allah. . . .Sejarah ada di dalam Allah.
Ia berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. . .dan Allah bekerja di dalam
sejarah melalui para nabi dan arif bijaksana, melalui raja dan petani dan
melalui kita semua.”[9] Dengan pengertian lain, jika semua sejarah
adalah sejarah Allah maka semua sejarah adalah sejarah keselamatan. Allah bekerja menyelamatkan manusia dalam
semua peristiwa sejarah di dunia ini.[10]
Song berpendapat, teolog-teolog Asia
harus menyusun sendiri corak teologi mereka sesuai dengan kebudayaan Asia, yang
ia ungkapkan dengan pernyataan, “dari Israel ke Asia.”[11] Maksudnya adalah menyusun teologi Alkitab
menurut cara orang Asia tanpa harus meminjam tradisi dan corak budaya Kristen
barat. Dalam teologi transposisi Song,
bukan Israel dan Gereja sebagai fokus atau sumber dari karya Allah yang
menyelamatkan, melainkan menemukan Allah yang turut menderita dalam
cerita-cerita atau kisah-kisah di Asia.
Dalam bahasa sederhana, Song menciptakan teologi Asianya bukan bersumber
dari Alkitab tetapi dari cerita-cerita rakyat Asia.[12]
Pada akhirnya, teologi transposisi ini
menimbulkan masalah yang serius. Masalahnya terletak di dalam kekaburan Song
dalam doktrin keselamatannya.
Keselamatan dalam pandangan Song hanya
keselamatan ekonomi, sosial politik, kematian, penderitaan,
ketidakadilan, dan penindasan.[13] Sedangkan
Alkitab memandang keselamatan secara utuh dan menyeluruh.
Pembatasan
Masalah
Dalam karya tulis ini, penulis berusaha
untuk menemukan dan mengevaluasi konsep keselamatan dalam teologi transposisi
C.S. Song yang sumber utamanya dari dua buku karangan Song: Allah Yang Turut Menderita dan Sebutkanlah Nama-Nama Kami. Dalam kedua buku ini, Song meletakkan dasar
teologi transposisinya yang kemudian menjadi kerangka teologis terhadap konsep
keselamatan.
Pernyataan Masalah
Masalah
dalam penelitian ini adalah,apakah konsep keselamatan dalam teologi transposisi
menurut Choan-Seng Song sesuai dengan kebenaran Alkitab?
Pertanyaan
Riset
Adapun
pertanyaan-pertanyaan di
bawah
ini akan membimbing penulis dalam melakukan penelitian.
1.
Apakah latar belakang
kehidupan C.S. Song?
2.
Bagaimana pemahaman
C.S. Song tentang konsep keselamatan dalam teologi transposisinya?
3.
Apa konsep keselamatan yang
diajarkan oleh Alkitab?
4.
Apakah konsep
keselamatan C.S. Song alkitabiah?
5.
Apa dampak positif dan
negatif yang dihasilkan oleh pandangan ini?
Tujuan
Penulisan
1.
Memaparkan latar
belakang kehidupan C.S Song.
2.
Menemukan ide-ide dari
pemikiran dan pemahaman C.S. Song tentang konsep keselamatan dalam teologi
transposisinya.
3.
Menyelidiki konsep yang
benar tentang keselamatan berdasarkan Alkitab.
4.
Memastikan apakah
Alkitab berbicara dan mendukung pandangan C.S. Song tentang keselamatan.
5.
Memaparkan dampak
positif dan negatif yang dihasilkan oleh pandangan teologi ini.
Kepentingan
Penulisan
Karya
ini ditulis dengan tujuan memahami keprihatinan dan pergumulan-pergumulan Song
terhadap budaya dan kepercayaan lain di luar Israel dan Gereja. Pertanyaan yang penting untuk diajukan ialah,
apakah keselamatan hanya ada dalam sejarah keselamatan (melalui Israel dan
Gereja)? Jika keselamatan hanya ada
dalam Israel dan Gereja, maka setiap orang Kristen harus memahami bahwa
pemberitaan Injil melalui misi bersifat mutlak.
Akan tetapi, bukan dengan sikap yang arogansi melainkan dengan sikap
kasih dan ketulusan kepada jiwa-jiwa yang terhilang.
Gagasan Pokok (Thesis Statement)
Keselamatan yang Allah sediakan tidak
ada dalam sejarah apapun kecuali di sejarah keselamatan yang mana Israel dan
Gereja sebagai pembawa dan penyalurnya. Keselamatan
bukan hanya bebas dari penderitaan, penindasan, ketidakadilan dan
kematian seperti pandangan C.S. Song tetapi keselamatan holistik yang mencakup
keselamatan dari dosa, keselamatan dari sakit dan kematian fisik, dan pemulihan
finansial.
Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini digunakan
untuk memudahkan pembaca dalam memahami karya tulis ini. Maka dari itu,penulis menggunakan beberapa
istilah di bawah ini :
Evaluasi-Teologi
“Evaluasi,”
merupakan suatu penilaian atau perbuatan menilai, sedangkan “Teologi,” artinya
berhubungan dengan teologi atau berdasarkan pada teologi.[14] Dalam karya tulis ini pengertian “evaluasi
teologis” adalah suatu penilaian yang didasarkan pada teologi Kristen atau
berlandaskan Alkitab.
Konsep
Konsep
adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran
mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.[15]
Keselamatan
Keselamatan
memiliki arti kelepasan dari dosa, kesembuhan dari sakit, kesejahteraan
sosial-politik yang hanya dapat diperoleh dalam Kristus.[16]
Teologi
Teologi
memiliki arti pengetahuan
ke-Tuhanan
(mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan agama, terutama
berdasar pada kitab suci).[17]
Transposisi
Transposisi
dapat diartikan pertama, sebagai perubahan dari satu tempat atau periode waktu
ke tempat atau periode waktu yang lain.
Kedua, sebagai penerjemahan ke dalam bahasa, gaya atau cara pengungkapan
yang lain. Ketiga, sebagai inkarnasi
atau penjelmaan.[18]
Metodologi
Penelitian
Penulis
akan menggunakan metode penelitian kulitatif dengan pendekatan penelitian
teologi sistematika.[19] Penelitian
akan dilakukan di perpustakaan STT Satyabakti
Malang, dengan menggunakan buku-buku, media internet dan jurnal-jurnal teologia
lainnya.
Sistematika Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis
membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab
I. Pendahuluan
Latar-Belakang
Masalah
Pembatasan
Masalah
Pernyataan Masalah
Pertanyaan
Riset
Tujuan
Penulisan
Kepentingan Penulisan
Gagasan
pokok (Thesis
Statement)
Penegasan Istilah
Metodologi Penelitian
Sistematika
Penulisan
Bab
II Latar
Belakang Pribadi dan Pemahaman Teologi C.S. Song
Profil C. S.
Song
Deskripsi Transposisi Menurut C. S.
Song
Definisi
Dasar
Perjanjian Lama
Menara
Babel vs Heilsgeschichte
Panggilan
Abraham (Israel) dan Bangsa-Bangsa
Keluaran
hingga Pembuangan
Koresy
dan Nebukadnezar dalam Terang Baru
Dasar
Perjanjian Baru
Salib dan Kebangkitan
Mesias yang Menderita vs Mesias Politik
Orang Farisi vs Pemungut Cukai
Perwira Romawi dan Perempuan Kanaan
Transposisi Allah di Asia
Tansposisi Allah dalam Mandat Sorgawi
Transposisi Allah dalam Dukkha
Konsep
Keselamatan Menurut C.S.
Song
Jangkauan Keselamatan
Inkarnasi Allah
Definisi Keselamatan
Bab
III. Evaluasi
Konsep Keselamatan C.S. Song
Keselamatan
Menurut Alkitab
Keselamatan
Secara Umum
Keselamatan
dari Dosa
Evaluasi
Konsep Keselamatan C.S. Song
Metode
dan Sistem Hermeneutika Song
Tanggapan
Terhadap Transposisi
Song
Pluralis
Agama Sebagai Alternatif ?
Keselamatan yang Holistik
Bab VI. Penutup
Kesimpulan
Saran-saran
Mahasiswa
Gereja
Datar
Pustaka
BAB II
LATAR BELAKANG PRIBADI DAN TEOLOGI CHOAN-SENG SONG
Profil
C. S. Song
Sebagian besar atau mungkin juga setiap
orang, memiliki “significant others”[20]
yang memberikan sumbangsih signifikan dalam pemikiran dan kehidupannya. Pandangan dunia atau “world view”[21] seseorang
sangat dipengaruhi oleh keluarga, kepercayaan, pendidikan, masyarakat, dan
budaya masing-masing. Maka sangat wajar
untuk mengetahui latar belakang pribadi seorang tokoh sebelum mempelajari
pemikirannya, bahkan terlebih lagi jika ingin mengevaluasinya. Seperti yang diungkapkan oleh Paul F. Knitter
seorang teolog Katolik mengatakan bahwa,“Mengenal ‘pikiran’ teolog tanpa
melihat bagaimana ia ‘hidup,’ sama seperti seorang ahli biologi yang mencoba
mengenali sejenis binatang tanpa memperhatikan habitatnya.”[22]
Choan-Seng Song seorang teolog
Presbiterian lahir pada 19 Oktober 1929 di Taiwan. Menempuh
studi filsafat di Taiwan National University pada tahun 1950-1954 dan
memperoleh gelar BA. Song menempuh studi
teologi di New College, Edinburgh Skotlandia
pada tahun 1955-1958, Union Theological Seminary di New York pada tahun
1958-1959 dan di Basel pada tahun 1959-1960.[23] Kemudian Song menempuh studi doktoralnya di
Union Theological Seminary New York dan menerima gelar Ph.D pada tahun 1965.
Song bukan hanya pribadi yang
berpendidikan tetapi juga memiliki kekayaan dalam berorganisasi dan
mengajar. Setelah menyelesaikan pendidikannya
di Basel pada tahun 1960
kurang
lebih selama tiga tahun ia mengajar di Tainan Theological College (TTC) sebagai
pengajar Perjanjian Lama sebelum ia menempuh studi doktoral di Union
Theological Seminary. Setelah
menyelesaikan studi dari Union Theological Seminari pada tahun 1965, Song
kembali ke TTC dan menjabat sebagai Principal
(kepala) dari TTC itu sendiri sejak tahun 1965-1970.[24] Kemudian pada tahun 1971-1973, Song pindah ke
Amerika dan dipilih sebagai Asia Secretary of the Reformed Church untuk menjadi
administrator pada kantor gereja Prebisterian di New York.[25] Selanjutnya, pada tahun 1973-1982 Song
menjabat sebagai direktur sekertariat Komisi Iman dan Tata Gereja (DGD) di Genewa
Swiss. Selama lima tahun dari 1985-1990,
Song menjadi profesor teologi dan kebudayaan Asia di Pacific School of
Religion, Berkeley California. Terakhir, pada tahun
1990-1992, Song kembali ke TTC dan menjabat sebagai rektor di sana.[26]
Song
adalah seorang teolog yang memiliki kepekaan yang mendalam terhadap kebudayaan,
khususnya Asia sebagai konteks di mana ia hidup. Ia banyak bergumul dengan isu-isu sosial,
politik, agama, budaya Asia. Hal yang
membuatnya berbeda adalah, Song
melakukan
pendekatan teologianya beranjak dari cerita-cerita rakyat.[27] Inilah yang membuat pemikiran Song berbeda, unik
dan layak untuk diteliti.
Deskripsi
Transposisi Menurut C. S. Song
Definisi
Inti dari pemikiran Choang-Seng Song
adalah teologi transposisional. Song mengakui bahwa kata
transposisi diambil dari kamus Webster’s
Thrid Internasional Dictionary. Kata
transposisi tersebut kemudian digunakan oleh Song dalam usaha teologinya untuk
menjelaskan berbagai sisi dan aspek inkarnasi.[28] Kata transposisi memiliki beberapa arti, pertama
transposisi adalah perubahan dari suatu tempat atau periode waktu ke tempat
atau periode waktu yang lain. Kata
kuncinya adalah pergeseran atau perpindahan.[29] Song berpendapat bahwa dunia Alkitab dengan
imannya ditransposisikan dari Palestina ke dunia Yunani-Romawi dan akhirnya ke
dunia Barat dan Eropa lainnya.[30] Song berpendapat tugas utama Kristen Asia
adalah mengusahakan transposisi langsung dari Israel ke Asia.[31]
Arti kedua adalah penerjemahan ke dalam
bahasa, gaya atau cara pengungkapan yang lain.[32] Hal ini berarti bahasa iman harus berubah, pembicaraan
teologis harus mengambil gaya yang berbeda, dan komunikasi Injil harus memilih
gaya ungkapan yang lain.[33] Sehingga apabila diterapkan dalam
teologi maka iman harus diungkapkan dengan bentuk yang lain sesuai dengan
konteksnya.
Arti
ketiga yang merupakan arti paling penting dari transposisi adalah inkarnasi.[34] Song menggambarkan inkarnasi sebagai budaya
asing “menjadi daging” dalam budaya setempat.[35] Injil itu berarti Allah telah datang atau
berinkarnasi ke dalam dunia. Injil
adalah sesuatu yang dahsyat, sebab Injil adalah kabar sukacita bahwa Allah
mengasihi dan menyelamatkan manusia.[36] Transposisi berarti Injil ketika
ditransposisikan ke dunia-dunia budaya lain mengalami bentuk dan perubahan
lain, bahkan Injil
dapat muncul dalam bentuk dan warna apapun.[37] Dengan kata lain, inkarnasi Allah bukan hanya
terjadi dua ribu tahun yang lalu di dalam Kristus tetapi juga dalam bentuk yang
lain.
Allah
telah menjadi daging dalam diri manusia, berinkarnasi dalam dan melalui Yesus
Kristus, dalam kita semua….Firman menjadi manusia, bukan hanya di Betlehem dua
ribu tahun yang lalu, tetapi sekarang di Asia.
Sudah tentu ini bukanlah penolakan terhadap warisan iman Kristen. Tetapi…pengalaman-pengalaman
tentang inkarnasi mengambil bentuk dan pengungkapan yang berbeda-beda….Kristus
mulai menempati kedudukan avatar
(jelmaan ilahi) di antara avatar-avatar
lainnya seperti Krisna dan Buddha.[38]
Jadi, teologi
transposisi adalah usaha berteologi untuk menemukan ungkapan karya keselamatan
Allah dalam budaya dan sejarah bangsa-bangsa yang tidak termasuk penguyuban
Israel dan Kristen.
Dasar
Perjanjian Lama
Transposisi
adalah usaha berteologi untuk menemukan karya keselamatan Allah dalam budaya
dan sejarah bangsa-bangsa yang tidak termasuk dalam penguyuban Israel dan
Kristen. Penghalang terbesar dalam
berteologi transposisi adalah paham sentrisisme
Israel dan Gereja sebagai sarana keselamatan Allah.[39] Tugas pertama yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan bukti dari Perjanjian Lama yang menunjukkan bahwa Allah memiliki
hubungan, bukan hanya dengan Israel tetapi seluruh bangsa serta melihat bukti
bahwa Allah telah berkarya di antara bangsa-bangsa di luar tradisi Israel.
Kisah awal mula seluruh bangsa berasal
dari Kejadian pasal 11,[41] di
mana tema yang tidak boleh hilang
dari
kisah menara Babel adalah hancurnya kesinambungan. Hal ini dipahami sebagai pembangunan dan
kemajuan umat manusia.[42] Kisah ini membawa pertanyaan tentang
kesinambungan Israel dan Gereja yang mewakili rencana keselamatan Allah.[43] Apabila dipandang dari Heilsgeschichte maka sejarah dunia tidak memiliki kaitan langsung
dengan keselamatan Allah. Hal ini
berarti bahwa Israel dan Gereja adalah sarana yang melaluinya keselamatan Allah
sampai kepada bangsa-bangsa.
Song
menyebutnya sebagai garis sejarah Penebusan atau garis lurus. Teologi
seperti ini membuat kekristenan sulit mengembangkan teologi sejarah yang
memberikan secercah cahaya terang pada persoalan bagaiamana Allah bekerja dalam
kehidupan dan sejarah orang-orang di
luar
Israel dan Gereja Kristen.[44] Terdapat kelemahan dari konsep Heilsgeschichte ini. Pertama, suatu garis lurus (Heilsgeschichte) tidak dapat
menggungkapkan kerumitan luar biasa dari kegiatan penyelamatan Allah di dalam
dunia. Kedua, mengubah Allah menjadi
garis lurus berarti mengkarikaturkan Allah.
Ketiga, sebuah garis lurus menghakimi, menghukum, menghapus, tetapi
kasih mengampuni, mengeloni, memeluk. Garis
lurus adalah Allah yang keras karena menentukan siapa yang diselamatkan dan
siapa yang dihukum. Keempat, Allah garis
lurus adalah Allah yang monoton dan tidak menarik.[45]
Panggilan
Abraham (Israel) dan Bangsa-Bangsa
Sejarah
dapat menjelaskan lebih banyak hal daripada yang dapat dijelaskan oleh Heilsgeschichte. Maka dari itu, dengan melihat sejarah Israel
dari sudut pandang yang lain, dapat menjadi salah satu cara untuk mendapatkan
sebagian jawabannya. Hubungan Israel
dengan bangsa lain, akan dimulai dari bapa leluhur Israel yakni kisah panggilan
Abraham dalam Kejadian 12. Panggilan ini
dimulai atas inisiatif Allah yang akan memberikan Abraham tanah
perjanjian. Dengan cara mencabut Abraham
dari akarnya.[46] Ketercabutan Abraham dari akar-akarnya adalah
cara Allah membawa umat dan bangsa-bangsa masuk ke dalam hubungan yang dekat
satu dengan yang lain.[47]
Song berkomentar bahwa Allah juga adalah
Allah yang tidak hanya memanggil orang untuk bergerak dan bermigrasi tetapi
juga Allah yang bergerak dan bermigrasi (Maz. 139).[48] Allah yang bermigrasi ini kemudian dikenal
dengan tabut Perjanjian (Bil. 10:33-36).
Allah yang dimaksudkan adalah Allah yang bergerak, mendukung, yang
berjalan ke depan dan bermigrasi.[49]
Keluaran
hingga Pembuangan
Kisah Keluaran menjadi penyebaran bangsa
Israel ke wilayah-wilayah di seberang Laut Merah.[50] Dimulai dari hal ini, Allah mengangkat Israel
menjadi, “harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa” (Kel. 19:4-6). Bagi Song, hal ini merupakan “teologi politik
perjanjian.”[51] Hal yang terakhir adalah kisah pembuangan,[52] penyebaran
bangsa Israel terjadi secara besar-besaran.
Bukan tanpa alasan pembuangan yang terjadi di Asyur dan Babel yang merupakan
asal mula Abraham. Dengan begitu Israel
diajar untuk menyadari bahwa mereka memiliki akar yang sama dengan
bangsa-bangsa lain.[53]
Penyebaran ini mengajarkan bahwa tidak
ada teologi sejarah melalui perwalian.[54] Sehingga tidak ada keunikan sejarah Israel sebagai
sejarah suci.[55] Song menyimpulkan bahwa:
Orang-orang
Asyur dan Babel berhubungan dengan Allah tidaklah melalui mereka (Israel).Bangsa-bangsa
asing ini tampaknya mempunyai suatu jalur langsung kepada Allah. Mereka ternyata sama sekali tidak absen di
hadapan hadirat Allah. Mereka tidak
diwakili oleh umat Yahudi sebagai wali mereka.
Mereka dapat berbicara langsung kepada Allah, bahkan dapat diutus oleh
Allah sebagai alat dalam menghukum Israel dan Yehuda….Petunjuk-petunjuk ini
tampaknya memperlihatkan kepada kita bahwa Allah menganggap masing-masing dan
setiap bangsa sama pentingnya seperti Israel.[56]
Hal ini telah
membuktikan bahwa Allah tidak hanya berurusan dengan Israel tetapi juga berurusan
dengan bangsa-bangsa lain. Allah bukan
hanya Allahnya Israel tetapi juga Allah bangsa-bangsa.
Koresy dan Nebukadnezar dalam Terang Baru
Dalam teologi Deuteronomis[57]
yang memandang perjanjian Allah dengan Israel secara unik di dalam pembuangan
telah digantikan dengan teologi Deutero-Yesaya.[58] Teologi Deuteronomis digunakan untuk
mempertahankan kemurnian iman kepada Yahweh dan juga melanggengkan
hubungan-hubungan kebencian dengan bangsa-bangsa lain.[59] Akan tetapi, dalam pembuangan melalui
Deutero-Yesaya bangsa Israel melihat bangsa lain dalam terang yang berbeda.[60] Raja Koresy disebut sebagai orang yang
diurapi Allah (Yes. 45:1), bahkan disebut sebagai gembala-Ku (Yes. 44:28) oleh
Allah melalui murid Yesaya. Hal ini
merupakansebuah loncatan teologi yang besar dengan menyebut raja kafir sebagai
orang yang diurapi Allah maupun gembala-Ku. Ini menjadi bukti bahwa
pribadi Allah hadir di antara orang-orang Babel dan Persia.[61]
Pemahaman ini hanya dapat dipahami melalui
tindakan penciptaan dan penebusan yang dilakukan oleh Allah. Koresy maupun Israel dipersatukan oleh tangan
sang Pencipta.[62] Maka seluruh sejarah adalah kisah tentang
karya Allah. Seperti yang diungkapkan
oleh Song bahwa:
Seluruh
sejarah adalah sejarah Allah. Sejarah
Persia pun sejarah Allah, sebagaimana halnya dengan sejarah Israel. Sejarah orang-orang “kafir” di Timur seperti
halnya sejarah orang-orang “Kristen” di barat, juga sejarah Allah.Tak ada
sejarah, bahkan tidak juga sejarah Cina ataupun Vietnam, yang dapat berada di
luar Allah.Sejarah ada di dalam Allah.Ia berasal dari Allah dan kembali kepada
Allah. Allah tidak berdiri bertentangan
dengan sejarah, tetapi di dalam sejarah, dan Allah bekerja di dalam sejarah, melalui
para nabi dan arif bijaksana, melalui para raja dan petani, melalui kita semua.[63]
Bila
seluruh sejarah adalah sejarah Allah, maka pernyataan tentang Allah tidak
pernah tertutup, tuntas atau diakhiri.[64] Kebangkitan Nebukadnezar pun yang terdapat dalam
Kitab Daniel 2:37-38 sebagai raja yang menaklukkan bumi, pada saat itu berasal
dari Allah sang Pencipta.[65] Kebangkitan Nebudkadnezar ini menunjukan
bahwa Allah bukan hanya sekedar Allah Israel tetapi Allah pencipta dan Allah
yang memberikan Nebukadnezar memerintah.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah transposisi untuk memahami karya
Allah diluar batas-batas Israel. Deutero-Yesayalah
yang mampu menangkap visi ini dengan jelas. Hal ini merupakan cakrawala
yang lebih luas yakni, Allah segala bangsa.
Kisah-kisah
ini menunjukkan bahwa Allah telah bekerja secara aktif dalam sejarah dan
budaya-budaya lain.[66] Sebagai Allah pencipta, Allah telah menulis
sejarah dengan Israel tetapi juga Allah yang menulis sejarah dengan Cina,
Jepang dan Taiwan.[67] Hal itu berarti tugas teologi Kristen adalah
menemukan jejak langkah Allah dalam sejarah-sejarah mereka. Pada kesimpulannya, Allah sang pencipta yang
telah menulis sejarah Israel sama halnya telah menulis sejarah bangsa-bangsa
lainnya. Kesimpulan ini secara tidak
langsung menyatakan, bahwa Allah tidak hanya bekerja dalam sejarah Israel. Dengan pengertian lain, asumsi bahwa Allah
hanya bekerja dalam sejarah Israel tidak dapat dibenarkan atau harus ditolak. Sejarah
Israel sama dengan
sejarah bangsa-bangsa lainnya. Kesimpulan
akhirnya adalah, menolak asumsi bahwa Allah hanya bekerja dalam sejarah Israel. Hal ini disebabkan, seluruh sejarah terhubung
menjadi satu yaitu sejarah yang berasal dari Allah. Hal itu berarti, seluruh sejarah menjadi
wadah pengungkapan karya Allah.
Dasar
Perjanjian Baru
Salib dan
Kebangkitan
Salib adalah pusat iman dari
kekristenan. Melalui salib, Allah menyatakan
bahwa Yesus bukanlah Mesias
yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi.[68] Dengan meninggalkan-Nya di kayu salib, Allah
menegaskan bahwa Yesus tidaklah diutus menjadi seorang Mesias menurut keturunan
Daud. Allah memberikan pukulan mematikan
terhadap ilusi apapun yang tertinggal mengenai Yesus sebagai calon pemimpin
bangsa. Karena ditinggalkan oleh Allah
maupun bangsa-Nya sendiri, Yesus mengalami keterputusan dengan sejarah
bangsa-Nya dan dengan aspirasi-aspirasi politik-keagamaan dari bangsa-Nya
sendiri.[69] Salib seharusnya menjadi reorientasi[70] radikal
dalam pemikiran gereja mengenai keterlibatan Allah dalam dunia.[71] Sama seperti Yesus bukan Mesias politik bagi
orang Yahudi demikian pula Yesus bukan Mesias Kristen. Mesianisme Kristen berpendapat bahwa gereja
Kristen sebagai satu-satunya alat karya penyelamatan Allah dalam dunia.[72]
Robeknya tirai bait Allah menjadi bukti
bahwa teologi transposisi telah terjadi.[73] Tirai yang terbagi menjadi dua telah
membuktikan bahwa kini pemisah antara Allah dengan orang-orang kafir telah
hilang. Allah bukan hanya Allah Israel
tetapi juga Allah bangsa-bangsa lain.[74] Terbelahnya tirai ini berarti Allah terbuka
bagi semua orang. Allah yang transposisi
yaitu Allah yang bergerak di luar batas-batas nasional, agama, dan geografis.[75] Hal ini berarti Allah tidak hanya ditemukan
di budaya Kristen seperti di Barat tetapi juga Allah dapat ditemukan di Asia yang
sebagian besar beragama lain.[76]
Kebangkitan Yesus atau pengalaman akan
kebangkitan Yesus menjadi batu fondasi dari iman kristen.[77] Kebangkitan juga akan menjadi kunci bagi
hermeneutik teologi transposisinal.[78] Kisah Maria Magdalena dalam Injil Yohanes 20 memperlihatkan bahwa ia
tidak mengenali Yesus yang telah dibangkitkan.
Murid-murid yang berjalan ke Emaus dalam Lukas 24:18-30 juga tidak
mengenali Yesus. Thomas yang adalah
salah satu rasul yang terdapat dalam Yohanes 20:25 juga tidak mempercayai Yesus
telah bangkit sampai ia mencucukkan jarinya.
Terakhir, kisah Yesus dengan para murid-Nya di danau Tiberias dalam
Yohanes 21.[79] Inti dari semua peristiwa ini adalah untuk
mengenali Yesus yang telah bangkit, diperlukan lebih dari sekedar pemahaman
Yesus sebagai Mesias Israel secara politik. Selain itu, agar dapat
melihat Allah dan karya-Nya dalam dunia gereja Kristen juga harus keluar dari
kotak-kotak dan batas-batasnya.
Mesias yang Menderita vs Mesias Politik
Yesus adalah seorang Mesias yang menderita. Mesias
ini tidak cocok untuk orang Yahudi maupun orang Yunani.[80] Song
mengungkapkan bahwa transposisi dari mesias politik kepada mesias yang
menderita sangat menentukan. Song
menggungkapkan bahwa:
Yesus
sebagai Mesias yang menderita menjadi prototipe “mesias-mesias kecil yang
menderita” di seluruh sejarah umat manusia.Ia terwujud dalam mesias-mesias yang
menderita dari orang-orang yang menderita di Israel, di Mesir, di Perancis, di
Amerika Serikat, di Cina, di dan Brazil.[81]
Di
dalam Yesus Allah telah menjadi Mesias yang menderita.[82] Menurut Song :
Hanya Mesias
yang menderitalah yang mempertahankan agar cahaya kebenaran, kasih dan keadilan
tetap bersinar dalam kegelapan dunia penuh dusta, pemerasan dan kebencian. Hanya Mesias
yang menderitalah yang menanggung penderitaan dunia dan membawakan keberanian,
kekuatan dan harapan (sebab) karena bagi mereka Yesus hidup dalam ketakutan
akan gelap dan bayang-bayang maut. Dan Mesias
yang menderita inilah yang menciptakan ruang dan peluang di dalam hati manusia,
bagi Allah dan sesamanya.[83]
Yesus begitu dekat dengan pemungut
cukai, pelacur, penipu dan orang-orang berdosa lainnya. Melalui penderitaan-Nya, Yesus menunjukkan
kasih kepada semua orang melampaui batasan-batasan yang ada. Transposisi
dari Allah Sinai yang bertegangan tinggi dan berbahaya kepada Allah yang
menderita di dalam Yesus.[84] Allah
orang Kristen juga adalah Allah bertegangan tinggi, yang menarik garis
keselamatan dan penghukuman. Teologi ini membuat
orang kafir tidak punya kesempatan untuk lolos dengan selamat.[85]
Penderitaan
yang Ia “Mesias
yang menderita” alami adalah untuk orang banyak yaitu mereka yang tak terhitung
banyaknya.[86] Hal ini berarti tidak ada lagi penghalang
antara Allah dan manusia. Karena melalui
penderitaan-Nya, Allah tersedia bagi umat manusia.[87] Hanya Mesias
yang menderita yang dapat menebus umat manusia yang menderita.[88]
Orang Farisi vs
Pemungut Cukai
Yesus mengisahkan sebuah perumpamaan
tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang sedang berdoa di Bait Allah.[89] Hal yang menarik dalam perumpamaan ini terletak
di akhir kisah tersebut yaitu, bagian yang menceritakan mengenai pemungut cukai
yang pulang dengan dibenarkan Allah, sedangkan orang Farisi itu tidak
dibenarkan. Song menyimpulkan ada
kebenaran yang menarik dalam kisah tersebut. Kebenaran tersebut
adalah:
…agama
yang diungkapkan dalam doa itu adalah agama dari segelintir orang terpilih dan
bukan massa orang banyak…. Agama itu adalah agama yang menjadikan “keuntungan
rohani” sebagai perhatian utamanya….adalah agama yang diarahkan ke masa
depan…Allah ada di masa depan. Allah
terus menerus memandang dari masa depan.[90]
Tirani
agama seperti inilah yang ingin dibebaskan oleh Yesus. Song
menandaskan bahwa agama segelintir orang itu memalsukan Allah, mengubah Allah
jadi lawan manusia dan mengasingkan manusia dari Allah.[91] Kisah mengenai seorang pemungut cukai yang pulang
dibenarkan Allah, menyiratkan sebuah makna bahwa Yesus ingin menyatakan kasih
Allah untuk banyak orang.[92] Hal ini terbukti dengan kehadiran-Nya bagi
semua orang dan di segala tempat, yaitu Allah tersedia di jalan-jalan, bahkan
di pasar-pasar. Selain itu juga, Ia muncul ditempat-tempat
umum untuk menjadi Juruselamat orang berdosa.[93]
Yesus
sangat dekat dengan orang-orang berdosa bahkan mau mengundang dan makan
bersama-sama dengan mereka.[94] Menurut Song, Yesus sebenarnya ingin
menunjukkan bahwa Allah tidak punya masalah dengan orang berdosa, Allah
menerima mereka.[95] Orang-orang
yang tertolak secara agama, moral dan sosial tetap diterima oleh Yesus.[96] Tindakan
ini adalah tindakan Allah yang merangkul mereka dalam kasih yang menyelamatkan.[97]
Perwira Romawi
dan Perempuan Kanaan
Ada dua kisah yakni tentang perwira
Romawi dalam Lukas 7:1-10 dan perempuan Kanaan dalam Matius 15:21-28.[98] Kisah tentang perwira Romawi bahasa
teologinya tidak disampaikan dalam bahasa agama Yahudi, melainkan dalam bahasa
sehari-hari yakni dunia kemiliteran.[99] Perwira ini dibesarkan dalam budaya Romawi
dengan segala dewa dan dewinya.[100] Akan tetapi, ia memiliki iman yang menyentuh
hati Allah.[101] Hal ini membuktikan bahwa di luar ranah
keagamaan Yahudi seseorang dapat memiliki iman yang langsung kepada Allah. Song menambahkan bahwa:
….serdadu
Romawi itu menunjukkan kepada kita bagaimana seseorang dapat menghampiri
hadirat anugerah Allah tanpa pretensi ras dan agama….Dalam diri serdadu Romawi
ini, iman dipahami melampaui batas-batas agama dan ras yang umum kita
kenal. Iman sudah ada dalam diri serdadu
Romawi itu.[102]
Melalui
kisah ini, Yesus ingin menunjukkan cara kerja Allah dalam diri orang-orang lain
terlepas dari suku, klan dan keagamaan seseorang.
Kisah perempuan Kanaan juga tidak
kalah menarik.Yesus menyebut perempuan itu dengan perkataan, “Hai ibu, besar
imanmu!”[103] Iman wanita ini tidak diungkapkan dalam
bahasa-bahasa Kristen seperti kerajaan Allah atau hidup kekal.[104] Akan tetapi, iman perempuan Kanaan ini
menunjukkan bahwa iman yang dimilikinya adalah iman yang melampaui ras dan
agama.
Imannya
sudah tentu tidak berakar dalam tradisi agama Israel yang kepadanya Yesus
tergolong…iman perempuan itu tidak mempunyai sejarah dan tradisi yang dari
padanya bertumbuh dan berkembang kesalehan Yahudi. Iman perempuan
itu bukanlah bagian dari “sejarah keselamatan” meminjam ungkapan teologi
Kristen tradisional yang di dalamnya Israel dan gereja Kristen konon memainkan
peranan sentral.[105]
Inilah makna
terlengkap dari transposisi yaitu menjumpai karya Allah dalam tempat-tempat
lain. Mencari pengungkapan iman akan
Allah dalam bentuk lainnya, karena karya Allah tidak lengkap hanya melalui
Israel dan Gereja saja. Akan tetapi juga,
dalam budaya-budaya dan sejarah-sejarah lain.
Transposisi
Allah di Asia
Tansposisi Allah
dalam Mandat Sorgawi
Pada zaman dahulu, melalui jatuh
bangunnya kerajaan-kerajaan Cina, keadaan ini dapat menjadi bukti tanda-tanda
transposisi Allah. Bagaimanakah orang
Cina mengenal Tuhan sebagaimana orang Israel mengenal Allah dalam Perjanjian
Lama? Rakyat Cina dahulu mengenal Allah
melalui apa yang disebut dengan Mandat
Sorga (t’ien ming).[106]
Pada tahun 1122 SM kaisar lalim yang
bernama raja Wu dari Chow-sin
menyerang dan menaklukkan Le sebuah kepangeran dalam perbatasan wilayah
kekaisaran. Kemudian Tsoo E seorang
menteri terkenal dari Wangsa Shang bergegas ke ibu kota dan berbicara kepada
kaisar, “Putra Sorgawi,[107] Sorga sedang mengakhiri
nasib dinasti Shang kita….Kesewenang-wenangan dan perilaku Yang Mulia, O Raja,
Yang Mulia sendiri yang menamatkan nasib Yang Mulia.”[108] Akhirnya
melalui pemerintahannya yang sewenang-wenang dan lalim ia mati secara
tragis. Kekuasaan itu diberikan oleh
Allah (baca Sorga). Satu-satunya cara
untuk mempertahankan pemerintahannya adalah meminta perkenanan Sorga dan
memihak rakyat.[109]
Begitu juga raja T’ang dari Shang
yang hidup pada tahun 1500-1100 SM (di perkirakan hidup di antara tahun ini),
memanjatkan permohonan untuk pertolongan ilahi agar dapat menjadi raja yang
baik. Ia
mengatakan akan menguji seluruh tingkah laku dan pemikirannya dalam memerintah
berdasarkan keserasian dengan pikiran dari Allah.[110] Bukankah hal yang sama juga terdapat dalam doa
Salomo dalam 1 Raja-Raja 3:7-9, di
mana
ia memohon kepada Allah diberikan hikmat untuk memerintah Israel dengan
bijaksana.[111]
Maka
sekarang, ya TUHAN, Allahku, Engkaulah yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi
raja menggantikan Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum
berpengalaman. Demikianlah
hamba-Mu ini berada di tengah-tengah umat-Mu yang Kaupilih, suatu umat yang
besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya. Maka berikanlah
kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu
dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang
sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?" [112]
Hal
ini menunjukkan bahwa pengungkapan diri Allah begitu kaya dan banyak. Cara Allah bekerja sangat misterius dari
Israel ke Asia hingga saat ini. Inilah
transposisi, Allah sebagai Khalik dan Penebus dalam Alkitab dikenal sebagai Surga (Tuhan yang maha
tinggi) dalam Mandat
Surgai oleh rakyat Cina kuno.[113]
Kisah-kisah dari bangkit dan berdirinya
sebuah kerajaan di Israel dan di Cina kuno diyakini sebagai tindakan Allah yang
dari atas (Mandat Sorga). Seperti
kejatuhan Yerobeam dalam 1 Raja-Raja 11:31-33 dipahami dalam terang pemberian
mandat oleh Yahweh kepadanya untuk memerintah atas Israel. Akan tetapi Yahweh menarik mandat itu 1
Raja-Raja 14:7-11, karena Yerobeam gagal hidup dalam kebenaran. Banyak contoh yang terdapat dalam buku-buku
klasik Cina seperti The Book of
Historical Documents, yang mengisahkan bangkit dan jatuhnya dinasti Cina
diyakini karena mandat dari Surga
yang berasal dari Tuhan yang maha tinggi.[114] Selain itu, masih banyak lagi contoh seperti
kisah tentang raja Chieh dari dinasti Hsia dan raja Chau dari dinasti Shang yang
akhirnya mati terbunuh oleh karena Mandat Surga meninggalkan mereka
akibat perbuatan jahat yang dilakukan oleh kedua raja tersebut. Begitu
juga dengan Saul kehilangan kuasa Allah untuk menjadi raja atas Israel ketika
tidak setia kepada Allah.[115]
Allah telah berkarya dalam sejarah
bangsa-bangsa baik di Israel maupun Cina kuno sebagai bukti Allah menebus
sejarah tersebut sehingga tidak berjalan dalam kehancuran. Baik
para bijak dalam sejarah Cina[116] sama
seperti para nabi dalam Perjanjian Lama adalah alat kasih dan kuasa Allah untuk
menebus Cina. Song mengungkapkan dengan
sangat tajam karya Allah dalam sejarah Cina kuno tersebut,
Roh
Allah memang bekerja dalam cara-cara yang beranekaragam dan aneh.Perwujudannya
di berbagai negeri dan di antara berbagai bangsa tidak dapat diramalkan. Itulah sebabnya kita sebagai orang-orang
Kristen harus waspada bila ingin melihat tanda-tanda Allah yang hidup di antara
orang-orang lain, memahami tanda-tanda Allah dalam sejarah bangsa-bangsa lain,
dan memahami kehendak Allah dalam perjuangan orang-orang yang menderita di luar
daerah Kristen..[117]
Mandat Surga adalah bentuk
tranposisi Allah (pengungkapan karya Allah dalam bentuk lain) di sejarah dan
bangsa Cina. Hal inilah yang menjadikan
sejarah bangsa Israel tidak unik. Karena
Allah telah memang berkarya bukan hanya di Israel tetapi di tengah-tengah
bangsa-bangsa yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Israel dan
persekutuan Kristen.
Transposisi
Allah dalam Dukkha
Transposisi Allah juga mengambil bentuk dukkha atau penderitaan.[118] Siddharta Gautama atau sang Buddha
mendapatkan pencerahan untuk melepaskan manusia dari
penderitaan.[119] Konsep penderitaan begitu penting bagi
orang-orang Asia, khususnya
karena
melalui penderitaanlah orang Asia memandang hidup mereka dengan putus asa dan
mencari keselamatan dari Allah.[120] Orang-orang terdorong minta tolong dalam
jeritan penderitaan kepada Allah seperti yang diungkapkan oleh puisi Cina kuno
dalam The Book of Poetry :
Sorga yang luas dan besar,
Bagaimanakah hingga Engkau menyatakan
kebaikan-Mu,
Dengan mengirimkan maut dan
kelaparan,
Membinasakan semua yang ada di seluruh kerajaan?
Sorga yang penuh belas kasihan, yang penuh dengan
ngeri,
Mengapa Engkau tidak berpikir panjang, tidak peduli?
Apalagi orang-orang jahat:
Mereka telah menderita karena pelanggarannya
Tetapi mereka tidak berbuat jahat
Juga terkena kehancuran.[121]
Ada
kesamaan ungkapan penderitaan ini dengan seruan Ayub dalam Perjanjian Lama
dalam Ayub 7:11-21. Inti dari penderitaan
yang diungkapkan di dalam Perjanjian Lama dan kisah rakyat Cina kuno ini ialah
kesadaran mereka membutuhkan Allah yang menjadi Juruselamatnya.[122]
Dalam penderitaan, orang Israel
menemukan Yahweh dan dalam penderitaan pula orang-orang Asia menemukan Allah. Disinilah
letak bahwa agama Buddhisme adalah agama keselamatan.[123] Jika dalam kekristenan mengenal Allah yang
turut menderita dalam Yesus, maka di agama Buddha Allah dikenal dalam diri
Siddharta Gautama yang ingin melepaskan umat manusia dari penderitaan.[124] Disinilah jejak transposisi atau pengungkapan
karya Allah dalam bentuk dan perwujudan yang lain.
Kekristenan di Barat dan Eropa
tetapi Buddha di Cina.[125] Keberhasilan
ini terjadi karena agama Kristen dan Buddha adalah agama keselamatan dan memang
yang dibutuhkan manusia adalah keselamatan.[126] Begitulah Buddha telah menjadi iman
keselamatan dan cara hidup orang Cina.
Agama ini telah menembus Cina yang mencari kebenaran dan keselamatan.[127] Begitu juga dalam Kristen, Yesus telah
menjadi kebenaran dan sumber keselamatan bagi orang-orang Barat. Mengapa bisa demikian, Song menjawab bahwa;
Mungkin
Allah, Sang Khalik dan Penebus segenap ciptaan, bertindak, dalam
periode-periode sejarah dunia yang khusus ini, dengan tangan kanannya ke Eropa
sambil membelokkan Paulus ke Roma dengan iman kepada Yesus Kristus, dan dengan
tangan kirinya ke Timur dengan masuknya berita Buddhis tentang kemerdekaan dari
penderitaan ke Cina.[128]
Allah
telah menyebarkan banyak undangan keselamatan kepada semua orang. Baik melalui Yesus Kristus mau pun Siddharta
Gautama. Ada banyak orang yang bukan
Kristen telah menerima undangan ini dengan cara mereka dan meneruskannya kepada
orang lain.[129]
Ini adalah cara pengungkapan diri
Allah secara luas. Itu berarti Allah
tidak akan membiarkan bagian dari ciptaan tidak tersentuh oleh tangan Allah
yang mencipta dan menebus.[130] Inilah ungkapan transposisi Song yang
sepenuhnya;
Bila
Allah dipahami sebagai Logos oleh Bapa Gereja Purba, Allah juga dialami sebagai
Sorga, Tuhan yang Maha Tinggi oleh orang-orang Cina purba, sebagai UNKULUKULU, Yang
MAHA BESAR, BESAR SEKALI, oleh orang-orang Afrika….Bila kita belajar bagaimana
Allah menembus kehidupan dan jiwa masyarakat dalam budaya dan bangsa yang
bermacam-macam, kita mulai mendapat gambaran Allah yang lebih utuh.[131]
Itulah mengapa
tugas berteologi transposisi begitu berat, karena dengan kerendahan hati teolog
Kristen harus belajar untuk melihat dan memahami jejak-jejak Allah dalam suatu
budaya dan warisan agama yang lain.
Deskripsi
Konsep Keselamatan Menurut Choan-Seng Song
Jangkauan
Keselamatan
Apakah
benar bahwa tidak ada karya Allah yang menyelamatkan di luar Israel dan gereja
Kristen? Song dengan sangat tegas
berpendapat;
Di dalam
Israel dan gereja, rancangan keselamatan Allah diungkapkan dengan amat
kuat. Tetapi penyingkapan diri Allah
yang intensif itu tidak menghalangi penyingkapan-penyingkapan diri Allah yang
lain dalam bentuk-bentuk lain di tempat-tempat lain, dengan tingkat-tingkat
intensitas yang berbeda-beda.[132]
Sesuai
dengan sifat Allah sebagai pencipta segala sesuatu, ini juga termasuk bangsa -budaya
dan bahasa- maka kasih Allah yang menyelamatkan juga ada di antara
bangsa-bangsa atau keyakinan di luar Israel dan gereja Kristen.[133]
Menyangkut keselamatan secara kuat
diyakini bahwa rencana keselamatan Allah diwakili oleh Israel dan gereja
Kristen.[134] Pandangan ini sempit dan eksklusif, serta
telah mengubah keselamatan menjadi pokok perdebatan.[135] Keselamatan yang Allah berikan berikan
berdasarkan anugerah diubah menjadi teologi yang membeda-bedakan antara orang
yang dipilih dengan tidak dipilih serta yang selamat dengan tidak selamat.[136] Bagi Song, keselamatan adalah milik Allah dan
tidak ada suatu bangsa atau agama pun yang dapat memonopolinya.[137]
Menurut Song, rancangan keselamatan
Allah melampui pemahaman teologi tradisional.[138] Allah adalah pencipta dan penebus dunia yang
berkarya dalam seluruh sejarah manusia.[139] Sehingga menyimpulkan bahwa sebagian besar
bangsa dan keyakinan di luar tradisi sejarah keselamatan (Israel dan Gereja)
tidak terjangkau oleh kasih Allah yang menyelamatkan adalah tindakan yang
mengkarikaturkan Allah.
Seluruh
ciptaan berada dalam karena kasih Allah.
Mengklaim bahwa sejumlah orang – malah bagian terbesar dari umat
manusia- tidak terjangkau oleh Allah, berarti mempertanyakan, kalau tidak
membantah kuasa kasih Allah yang menilai tinggi dunia ciptaan-Nya. Sejarah adalah ruang dan waktu keterlibatan
Allah dalam karya penyelamatan.
Menyatakan bahwa sejumlah sejarah – malah bagian terbesar dari sejarah-
tidak terjangkau oleh Allah, adalah membatasi kuasa kasih Allah yang
menyelamatkan, yang memberi pengharapan kepada mereka yang putus asa.[140]
Bila
terus perpegang pada pandangan tradisional mengenai karya Allah, maka akan
sangat sulit untuk menemukan secercah cahaya menemukan bagaimama Allah juga
bekerja di kehidupan dan sejarah orang-orang di luar Israel dan gereja Kristen.[141]
Bangsa-bangsa
lain di luar Israel memiliki akses langsung kepada Allah bahkan tidak
segan-segan memasukkan Koresy dan Nebukadnezar dalam karya keselamatan Allah.[142] Karya keselamatan Allah tidak lagi dapat
diterangkan dalam pengertian tradisional.[143] Allah
adalah Allah yang bergerak dalam segala sejarah.[144] Allah pergi ke mana saja yang membutuhkan
kehadiran Allah yang menebus, baik di Asia, di Afrika seperti halnya di Israel
dan di Barat.[145] Song menyimpulkan (dengan kata-katanya
sendiri), “Tak ada bangsa yang dikecualikan dari kasih Allah yang
menyelamatkan; tak satu pun, bahkan tidak juga mereka yang jahat, diabaikan di
luar kasih Allah.”[146]
Inkarnasi
Allah
Tiba sekarang kepada inti iman Kristen yaitu
Yesus Kristus. Apakah semua orang
diselamatkan hanya melalui Yesus Kristus?[147] Ini adalah pertanyaan yang Song ajukan dalam
bukunya Allah Yang Turut Menderita. Pertanyaan ini menjadi isu yang sangat
krusial dan penting, sebab Song mengatakan,
“Bila sampai pada keselamatan, maka kita orang
Kristen mempunyai pandangan yang mutlak: selama mereka yang beragama lain itu
tidak percaya kepada Yesus Kristus, maka pintu keselamatan Allah itu tertutup
bagi mereka.”[148] Dengan
kata lain, semua orang
yang tidak mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan binasa
atau terhilang atau tidak terjangkau.
Menurut Song, ada rujukan dalam Alkitab
yang memberikan sebuah terang baru tentang karya keselamatan berhubungan dengan
orang-orang yang tidak mengakui ke-Tuhanan Yesus. Song merujuk kepada pernyataan Yesus yang
terdapat dalam Matius 7:21,
“Bukan
setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga.” Pemeluk agama lain tidak mungkin memanggil
Yesus sebagai Tuhan, akan tetapi ada banyak orang yang melakukan kehendak
“Bapa-Ku yang di Sorga.”[149]
Kesimpulan
Yesus adalah ada banyak orang yang diselamatkan walaupun mereka tidak mengakui
Yesus sebagai Tuhan, tetapi mereka melakukan kehendak Allah melalui membaktikan
diri demi kasih, keadilan, kemanusiaan.[150]
Yesus Kristus adalah inkarnasi Allah
tetapi bukan satu-satunya. Sebab,
seperti yang Song ungkapkan bahwa,
pernyataan
makna sejarah dalam Yesus Kristus” tidaklah tertutup, tuntas atau
diakhiri. Allah dapat, dan memang
bekerja dalam cara-cara yang akan mengejutkan kita. Malah inilah
keseluruhan pokok penyataan. Penyataan
dan kejutan – keduanya berjalan bersama-sama.[151]
Firman
telah menjadi manusia (inkarnasi), bukan hanya di Betlehem dua ribu tahun yang
lalu tetapi juga di Asia dalam bentuk dan pengungkapan yang berbeda. Khususnya, Song melihat inkarnasi Allah di
Israel dan Cina.
Allah
mengambil rupa manusia dalam diri seorang Yahudi dan mati di dalam budaya
Yahudi. Hubungan
Allah dengan budaya dan sejarah Yahudi tak dapat lebih mesra lagi.Tetapi
keterlibatan Allah dengan dunia ini tidak berhenti di situ. Tentu Allah juga
telah mengadakan hubungan yang sangat mesra dengan budaya dan sejarah Cina.[152]
Ini
berarti tindakan Allah yang menyelamatkan dalam Yesus adalah benar[153],
akan tetapi ini belum kebenaran yang sepenuhnya sebab tindakan Allah ini juga
hadir dalam diri Buddha dan Krisna.[154] Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Bila dipandang secara teologis Allah sebagai sang Khalik dan Penebus maka dapat dikatakan
Roh yang membangkitkan rasa turut menderita dalam hati sang Buddha adalah Roh
yang sama membuka mata rohani orang Kristen kepada Yesus Kristus.[155]
Yesus Kristus adalah prototipe bagi
penjelmaan Allah dalam bentuk-bentuk lain.[156] Song menjelaskan bahwa, “Di kayu salib, terbungkus
dalam kegelapan seorang Mesias
yang diharapkan Israel, sedang diubah menjadi prototipe Mesias bagi orang-orang
dan bangsa-bangsa yang mencari makna penebusan dalam sejarah dan paguyuban
mereka sendiri.”[157] Dengan
kata lain, keselamatan Allah menjadi milik bagi semua orang. Allah tidak membiarkan bangsa-bangsa
meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari keselamatan. Mesias yang menderita memberikan keselamatan
bagi banyak orang.Yesus adalah transposisi Allah dalam bentuk mesias yang
menderita yang hadir dalam banyak bentuk.
Song mengatakannya dengan sangat lugas bahwa,
Yesus
sebagai Mesias yang menderita menjadi prototipe
“mesias-mesias kesil yang menderita” di seluruh sejarah umat manusia.Ia
terwujud dalam mesias-mesias yang menderita dari orang-orang yang menderita di
Israel, di Mesir, di Perancis, di Amerika Serikat, di Cina, di Brazil.[158]
Prototipe
ini dapat kita temui melalui orang-orang yang membentuk kembali dunia dalam
kasih dan keadilan yang bergumul demi kebebasan melalui darah dan keringat
mereka.[159]
Definisi
Keselamatan
Sehingga sangat erat hubungan mesias
yang menderita ini dengan definisi keselamatan menurut Song.Apakah arti
keselamatan itu?[160] Apakah hubungan keselamatan dengan perjuangan
orang miskin, yang tertindas, yang tidak punya rumah? Song memberikan definisi keselamatan sebagai
Allah memulihkan keterpecahan-keterpecahan yang ada dalam diri kita sebagai
manusia dan di dalam masyarakat manusia.
Itu berarti pemulihan yang mencakup sebagai pribadi, sebagai masyarakat
dan sebagai bangsa-bangsa.[161] Keselamatan bukan konsep abstrak tentang masa
yang akan datang. Tetapi pemulihan bagi
yang menderita secara sosial maupun politik. Itu berarti keselamatan
Allah terwujud dalam kebebasan, demokrasi, kesengsaraan, kebudayaan dan
agama-agama di Asia.[162] Untuk itulah gereja Kristen harus
memperjuangkan perjuangan orang-orang lain yang lapar dan haus akan hak-hak
asasi manusia.[163]
Ini membawa medan teologi kepada
pertanyaan akan penyataan karya Allah dalam agama-agama lain? Apakah ini berarti bahwa setiap agama adalah
agama keselamatan dalam arti bahwa agama tersebut adalah jalan keselamatan yang
menyelamatkan para pemeluknya. Jawaban
Song adalah ya. Agama tanpa kuasa yang
menyelamatkan adalah sia-sia dan tidak berarti[164] Kebenaran agama adalah kebenaran hati. Orang
Kristen percaya bahwa Yesus Kristus mati di kayu salib bagi mereka dan
melaluinya mereka diselamatkan.[165] Sementara
agama Buddha menganggap bahwa keselamatan di peroleh melalui perbuatan baik. Berarti
semua agama, baik
Kristen, Islam, Hindu harus mempercayai apa yang dikatakan oleh agama Buddha tentang keselamatan
mereka karena agama adalah kebenaran hati, begitu juga sebaliknya.[166] Apakah agama Buddha tidak mengajarkan
keselamatan? Semua agama mengajarkan
keselamatan, agama mana yang tidak.[167]
Karya penyelamatan Allah berbentuk
kepingan gambar atau yang bisa disebut “jigsaw puzzle.” Tugas teolog-teolog Kristen adalah
mengidentifikasi dan memungut kepingan-kepingan keselamatan Allah yang terdapat
di Cina, Taiwan, Hong Kong dan di tempat-tempat lain.[168] Hal ini berarti tugas teologi adalah
memberikan kesaksian tentang Allah Sang Khalik yang menyelamatkan orang-orang
di luar tradisi Kristen.[169]
BAB III
EVALUASI KONSEP
KESELAMATAN CHOAN-SENG SONG
Keselamatan
Menurut Alkitab
Keselamatan
adalah sebuah kata yang memiliki sebuah cakupan yang beragam dan luas dalam
Alkitab.[170] Keselamatan berasal dari kata yaza dalam bahasa Ibrani dan sozo dalam bahasa Yunani.[171] Kata kerja yaza muncul sebanyak 353 kali dalam Perjanjian Lama yang artinya
menyelamatkan, membebaskan. Kata
bendanya yesu’ah (dipakai sebanyak 64
kali), yesa’ (dipakai sebanyak 31
kali), dan tesu’ah (dipakai sebanyak
19 kali).[172] Sedangkan, sozo dipakai lebih dari 100 kali dalam Perjanjian Baru yang berarti
menyelamatkan atau menolang. Kata
kerjanya soteria (dipakai sebanyak 49
kali) artinya keselamatan, dan soter
untuk kata benda orang (dipakai sebanyak 24 kali) yang berarti penyelamat.[173] Untuk mempermudah memahami keselamatan secara
menyeluruh, maka akan diselidiki konsep keselamatan secara umum dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kemudian akan menyelidiki keselamatan
secara khusus dalam keduanya.[174]
Keselamatan
Secara Umum
Dalam Perjanjian Lama yaza berarti melepaskan, menyelamatkan,
memerdekakan dan menolong.[175] Keselamatan dapat berarti dilepaskan dari
musuh atau penjajah. Pengalaman bangsa
Israel yang dilatarbelakangi penindasan di Mesir membuat tindakan pelepasan
Allah dari perbudakan melalui peristiwa Keluaran (Kel. 3:7-8; 14:13; 15:2; Ul.
33:29; Hak. 2:15-18). Keselamatan juga
dapat dipandang sebagai kemenangan dalam peperangan. Ketika bangsa Israel keluar untuk berperang,
maka mereka akan memohon Allah untuk menolong dan menyelamatkan mereka (Bil.
10:9; Hak. 6:14-16; Neh. 9:27; Maz. 20:6-9, 33:16-19, 44:7-8; Yer. 14:8).[176] Ini berarti keselamatan memiliki hubungan
dengan keutuhan sebuah masyarakat dan bangsa serta kestabilan dalam
pemerintahan yang jauh dari penjajah. Keselamatan
di pandang sebagai pembebasan dari tawanan, kemenangan dalam peperangan dan
kedamaian politik.[177]
Ada
juga dimensi pribadi dalam keselamatan secara umum yang diajarkan oleh
Perjanjian Lama yakni kesembuhan dari penyakit dan terlepas dari kematian. Dalam Yesaya 38:1 dikisahkan raja Hizkia
jatuh sakit dan akan mati. Akhirnya
Hizkia menangis dan berdoa meminta Allah menyembuhkannya. Hizkia mengakui bahwa terhindar dari kematian
fisik adalah bentuk keselamatan Allah (Yes. 38:20). Keselamatan dapat juga dilepaskan dari musuh
dan penganiaya. Allah dipandang sebagai
penyelamat mereka (Mzm. 7:2-3, 10; Yer. 15: 15:20-21). Keselamatan dapat juga berarti dilepaskan
dari segala bentuk ketidakadilan.
Pengalaman ini berasal dari keyakinan bahwa Allah akan memberikan
penghukuman dan menyelamatkan yang tertindas (Mzm. 76: 8-9).[178] Yahweh sebagai Allah Israel adalah figur
yang menjadi sumber dan pembawa keselamatan (Yes. 12:2).[179] Dari semua kisah-kisah ini, sangat jelas
bahwa Tuhanlah yang menjadi penyelamat bukan manusia atau pun raja (Yes. 43:11;
45:15, 21; Hos. 13:4).[180]
Sozo
dalam Perjanjian Baru juga memiliki dimensi yang bersifat materi terhadap
keselamatan. Keselamatan berarti selamat
dari kehidupan fisik (Kis. 27: 20, 31, 34; Mat. 8:25; Mrk. 15:30).[181] Keselamatan juga dipandang sebagai keadaan
yang membaik dari kelumpuhan atau pun penyakit (Mrk. 5:34; Luk. 17:19).[182]
Keselamatan
dari Dosa
Masalah utama manusia adalah pemisahan
dari Allah.[183] Karena manusia jatuh kedalam dosa, maka
akibatnya adalah perseteruan dengan Allah.
Christopher J.H. Wright menggambarkan dengan sangat tepat bahwa,
Pemberontakan
manusia dan ketidaktaatan terhadap Allah telah menyuntikkan efek suram dan
kesedihan ke dalam setiap dimensi pribadi manusia, dimensi masyarakat, dan
berlanjut ke dalam dimensi sejarah manusia, dan makin parah dari generasi ke
generasi berikutnya.[184]
Jadi
semua penderitaan, kesakitan, dan kejahatan dalam dunia ini berasal dari pemberontakan manusia
terhadap Allah. Sehingga keselamatan
adalah pemulihan hubungan yang terputus antara Allah dengan makhluk
ciptaan-Nya.[185] Allah menaruh kepedulian sangat besar
terhadap keselamatan fisik yang menyangkut keamanan sebuah bangsa, masyarakat
yang stabil, sosial politik yang baik, kesembuhan dari penyakit dan keselamatan
tubuh. Akan tetapi, Allah menawarkan
keselamatan yang membereskan akar dari kebutuhan manusia terlebih dahulu yakni
pemulihan hubungan dengan Allah.[186]
Bangsa Israel memahami bahwa mereka
membutuhkan pengampunan dan penebusan dari Allah (Maz. 32:1-2; Maz. 51:3-5). Hanya Allah yang dapat melepaskan mereka dari
dosa dan konsekuensinya (Yeh. 37:23; Mzm. 51:12, 14; Yes. 30:15, 52:7; 61:10).[187] Dalam Perjanjian Lama, Allah dipahami sebagai
sumber keselamatan dan Juruselamat
(Mzm. 85:10; Yes. 45:21).[188] Hanya Allah, hanya Allah saja yang memiliki
hak untuk mengampuni manusia dari dosa-dosa
mereka (Mzm. 103:10-12; Mi. 7:18-19; Yes. 43:25).
Perjanjian Baru juga memiliki fokus
bahwa Allah adalah sumber keselamatan dan Juruselamat
(Luk. 1:47; 1 Tim. 1:1, 2:3; Tit. 1:3, 2:10, 3:4). Keselamatan dalam Perjanjian Baru dipahami
sebagai pembebasan atau kelepasan dari dosa, kematian dan Iblis serta
memberikan kehidupan yang kekal (Luk. 1:69, 77; Kis. 4:12; Rm. 10:9-10; 1 Tes.
5:9; Ibr. 9:28).[189] Rencana Ilahi mengenai keselamatan yang
diberikan Allah kepada manusia melalui Yesus sebagai Juruselamat (Mat. 1:21;
Luk. 2:11; Yoh. 1:29; Kis. 13:23; Ef. 5:23; Ti. 1:4; 2 Ptr. 1:1, 11; 3:2,
18). Nama Yesus adalah terjemahan dari
bahasa Ibrani yaitu Yehoshua yang
berarti Yahweh adalah keselamatan.[190] Manusia mendapatkan keselamatan (perdamaian,
penebusan dan pembenaran) melalui kematian Yesus Kristus (Rm. 8:20; Kol. 1:14;
Gal. 3:13).[191] Inilah mengapa Kekristenan menganggap Yesus
Kristus unik, karena Kekristenan percaya keselamatan hanya diperoleh melalui
kehidupan dan kematian Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Lama bangsa Israel
mendapatkan pengampunan dosa melalui korban penebusan dosa yaitu darah
binatang. Korban penebusan dosa dalam
Perjanjian Lama adalah bayangan dari korban Yesus Kristus yakni darah-Nya
sendiri.[192]
Mengapa
Yesus Kristus
harus mati supaya keselamatan Allah dapat diterima oleh manusia? Alkitab memberikan pemahaman bahwa
manusia telah jatuh kedalam dosa, Allah dalam kebenarannya harus menghukum dosa
dalam bentuk apa pun. Sehingga
pengasingan dan kematian adalah hal yang harus diterima oleh manusia.[193] Untuk memuaskan tuntutan keadilan dan
kebenaran Allah, maka Yesus rela menderita, disesah dan mati untuk menggantikan
atau mengambil tempat orang berdosa (Mat. 20:28; Mrk. 10:45; 2 Kor. 5:21; Gal.
3:13; 1 Tim. 2:6; 1 Ptr. 2:24; 3:18; Ibr. 9:28).[194] Kematian Yesus memuaskan tuntutan kebenaran
Allah (orang berdosa harus mati) dan menyelamatkan orang berdosa (tanpa
mengorbankan kebenaran Allah). Sehingga
tidak berlebihan jika Millard J. Erickson mengatakan, “Keselamatan merupakan
penerapan karya Kristus terhadap kehidupan seseorang.[195] Keselamatan ini diterima melalui iman kepada
Yesus Kristus (Yoh. 3:15-16, 18; 6:40; 20:31; Kis. 4:12; 16:30-31; Rm. 10:9; 1
Tes. 5:9; 2 Tim. 3:15; Ibr. 5:9).
Evaluasi
Konsep Keselamatan C.S. Song
Metode
dan Sistem Hermeneutika Song
Daniel
J. Adams mengkategorikan Song sebagai seorang teolog kontekstual, yang banyak
menerbitkan tulisan secara jelas dan sederhana.[196] Keberagaman budaya dan agama di Asia menjadi
pusat perhatian serta pemikiran teologi Choan-Seng Song Seperti yang
diungkapkan oleh Pinehas Djengjengi, “Hal yang menarik dari Song adalah
usahanya yang sangat tekun mengelolah unsur-unsur lokal dari kebudayaan Asia,
berupa kisah-kisah, cerita, puisi, legenda, sejarah dan fragmen dalam
menjelaskan gagasan teologi Asianya.”[197] Tidak
seperti kebanyakan teolog-teolog Barat
yang berfokus pada doktrin yang logis dari Alkitab, Song secara keseluruhan
menggunakan metodeteologi cerita. Jadi
sumber utama dalam berteologi Song bukanlah Alkitab tetapi cerita rakyat. Dari cerita rakyat tersebut Song membuat
pernyataan-pernyataan doktrinal dan menggunakan nas-nas Alkitab untuk mendukung
pernyataan doktrinal tersebut.[198]
Bagi Song, teologi Kristen yang
dipengaruhi oleh tradisi Barat cenderung berefleksi tentang Allah, iman, kasih,
keselamatan dan penghakiman,[199]
yang menghasilkan teologi yang bergumul dengan hal-hal abstrak. Teologi harus bergumul dengan dunia bukan
sebaliknya. Song memberikan sebuah
metode berteologi yang bercorak Asia yang menggunakan, “Kerinduan dan
pergumulan manusia akan kasih karunia, pengampunan, persekutuan, keselamatan
dan kehidupan dalam lingkup Asia adalah konteks-konteks penyataan bagi teologi
Kristen di Asia.”[200] Maksud
Song adalah kehidupan Asia adalah sumber dari berteologi. Kehidupan sosial adalah sumber yang kaya bagi
teologi Kristen. Sehingga tugas teologi
Kristen adalah menemukan Allah yang ada di tempat-tempat tersembunyi dalam
bangsa-bangsa, budaya-budaya dan agama-agama lain.[201] Dengan kata lain, teologi Kristen harus
mengidentifikasikan karya Allah yang menyelamatkan melalui kisah-kisah sosial
sebuah bangsa untuk melihat karya Allah yang telah ada.
Song menawarkan sebuah teologi yang baru
yakni teologi rakyat atau teologi cerita.[202] Metode
teologi cerita ini sangat berbeda dengan metode berteologi kaum Injili. Bagi kaum Injili, Alkitab adalah sumber
pertama dan memiliki otoritas terutama dalam berteologi. Bahkan, Alkitab dipakai untuk mengukur dan
menilai sumber-sumber lain.[203] Sedangkan bagi Song, sumber dari teologi
adalah isu-isu yang berkembang dalam masyarakat,[204]
lalu memperhadapkan seluruh isu tersebut kepada iman Alkitabiah dan
mendialogkannya.[205]
Metode
teologi cerita ini sebenarnya berhubungan erat dengan sistem hermeneutika
Song. Isu-isu sosial-politik di Asialah
yang menjadi keperihatinannya. Sistem
kontekstual Song menggunakan pendekatan teologi Situasional.[206] Pendekatan ini berpendapat bahwa teologi harus bertitik tolak dari konteks sosial. Penderitaan-penderitaan dari manusia yang
tersingkir dalam masyarakat, orang-orang yang tertindas dan orang miskin
merupakan sumber otentik untuk mengerti kebenaran Kristiani.[207] Ini berarti isu-isu sosial seperti,
perbudakan, kemiskinan, diskriminasi ras, diskriminasi seks kemudian diangkat
dan direlevansikan dengan Alkitab.
Dunia
mempunyai banyak masalah-masalah. Inilah
yang dipelajari teologi. Bahkan teologi
adalah pergumulan manusia, tempatnya adalah di sini, di dunia ini….dengan
“problematic humanity,” secara praktis dan kongkret….Konteks, tempat dan bahan
teologi adalah permasalahan manusia “(problematic humanity).”[208]
Kelebihan
dari sistem penafsiran seperti ini adalah memberikan tempat kepada konteks atau
dengan kata lain, tidak menutup mata kepada kebutuhan dan keadaan manusia. Akan tetapi, sistem penafsiran ini juga
memiliki kelemahan yang mendasar yakni seringnya Alkitab diperalat untuk
mendukung isu-isu sosial-politik padahal Alkitab tidak bermaksud seperti itu.[209] Bahkan, ajaran-ajaran inti Alkitab seperti
Allah, keselamatan, penebusan, pertobatan diabaikan dan diganti menjadi
pelajaran sejarah, moral, psikologis, dan sosial belaka.[210]
Jenis teologi kontekstual seperti
ini dengan metode hermeneutiknya adalah bentuk kontekstualisasi palsu.[211] David J. Hesselgrave menjelaskan dengan
sangat baik arti dari kontekstualisasi palsu:
…berarti
suatu pendekatan baru untuk berteologi yang memasukkan, tidak begitu banyak
pergumulan dengan teks Kitab Suci untuk menentukan artinya, tetapi masuk ke
dalam pergumulan manusia seluruhnya pada momen historis mana pun dengan suatu
pandangan untuk menemukan apa yang sedang dikerjakan dan dikatakan Allah dalam
konteks itu.[212]
Ini sama saja
dengan mencekik teks demi kepentingan konteks.
Padahal kaum Injili memandang kontekstulisasi sebagai usaha penyuguhan
Injil yang menggunakan bahasa dan pola pikir daerah tertentu tanpa mengorbankan
isi dan inti teks.[213] Inilah masalah utama dari kontektualisasi
bagi Bong Rin Ro, apakah doktrin alkitabiah yang bersejarah dalam gereja
Kristen dapat dipertahankan tanpa kompromi dalam proses kontekstualisasi.[214]
Evaluasi Transposisi
Song
Penolakan terhadap sejarah keselamatan
adalah pusat penafsiran ulang yang radikal Song bagi teologi Kristen.[215] Isu utama dalam teologi Song adalah
tanggapannya terhadap
konsep sejarah keselamatan.[216] Pemetaan sejarah keselamatan -ciptaan,
kejatuhan, pemilihan Israel, Yesus Kristus, Gereja sebagai Israel yang baru dan
akhirnya penggenapan akhir- membuat sejarah dunia tidak memiliki hubungan
sebelum disentuh dan dipengaruhi olehnya.[217] Pandangan ini menganggap bahwa Israel
dan gereja Kristen adalah saluran penyelamatan Allah bagi bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa memperoleh keselamatan hanya
melalui Israel dan gereja Kristen. Song
dengan tegas menyatakan menolak pandangan sejarah keselamatan yang dipercayai
oleh teologi Kristen secara umum. Ia
mengatakan bahwa, “keselamatan Allah tak lagi dapat diterangkan dalam pengertian
sejarah yang bergerak pada sebuah garis lurus.”[218]
Bagi Song, seluruh bangsa, budaya, dan
agama harus dicakup dalam sejarah keselamatan.
Terdapat sejarah keselamatan dalam bangsa, keyakinan lain seperti dalam
sejarah dan budaya Israel.[219] Presuposisi atau asumsi yang dipengang oleh
Song adalah bahwa semua sejarah dalam dunia ini adalah penyataan Allah dan
kebenaran Allah, termasuk di dalamnya aspek keselamatan.[220] Dalam buku Allah Yang Turut Menderita, di mana Song menjelaskan teologi
transposisinya, ia menulis;
Seluruh
sejarah adalah sejarah Allah. Sejarah
Persia pun sejarah Allah, sebagaimana halnya dengan sejarah Israel. Sejarah orang-orang ”kafir” di Timur seperti
halnya sejarah orang-orang ”Kristen” di Barat, juga sejarah Allah. Tak ada sejarah, bahkan tidak juga sejarah
Cina ataupun Vietnam, yang berada di luar Allah. Sejarah ada di dalam Allah. Ia berasal dari Allah dan kembali kepada
Allah. Allah tidak berdiri bertentangan dengan sejarah, tapi di dalam sejarah. Dan Allah ini bekerja dalam sejarah melalui
para nabi dan arif bijaksana, malalui para raja dan petani, melalui kita semua.[221]
Sehingga
kesimpulan yang logis adalah seluruh sejarah adalah arena kasih Allah yang
menyelamatkan.[222]
Song memahami Allah adalah pencipta
sejarah dunia. Sehingga Allah tidak
hanya berurusan dengan Israel saja tetapi juga bangsa-bangsa lain. Allah tidak dapat dibatasi oleh satu bangsa
atau budaya saja. Hal ini juga mengantar
kepada kebenaran selanjutnya yakni Allah juga bekerja tidak hanya di Israel
saja tetapi juga di tempat-tempat lain.
Allah menyatakan diri-Nya dengan
cara-cara berbeda dan di tempat-tempat berbeda.[223] Untuk itu Allah tidak boleh diidentikkan
secara sederhana dan semata-mata dengan bentuk tertentu dari penyataan-Nya.[224]
Daniel J. Adams berkomentar dalam
bukunya yang berjudul, “ Teologi Lintas
Budaya: Refleksi Barat di Asia,” bahwa Song tidak melihat satu alasan pun
mengapa tidak ada boleh ada banyak sejarah keselamatan.[225] Tidak ada yang unik dari sejarah keselamatan
Allah di Israel, sebab bangsa-bangsa lain juga memiliki sejarah
keselamatan. Veli-Matti Karkkainen
mengungkapkan inti transposisi Song dengan sangat baik:
…Israel’s
role as the people of God was symbolic, illustrating the way God would also
deal redemptively with other nations.
Asian nations have their own specific moments of salvation history
parallel to Israel’s exodus, giving of the law, captivity, and so on.[226]
Keselamatan
dalam Israel dan Gereja yang kuat diungkapkan dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru menjadi pola keselamatan yang ada dalam bangsa-bangsa lain
dalam derajat yang berbeda.[227] Song
tidak menyangkal keselamatan yang Allah lakukan dalam sejarah Israel dan gereja
Kristen, tetapi menjadikannya simbol atau gambaran karya Allah yang juga
menyelamatakan dalam bangsa dan agama lainnya.[228] Sehingga, tidak benar jika berkata kasih
Allah yang menyelamatkan hanya terdapat dalam Israel dan gereja Kristen.[229] Konsep sejarah keselamatan yang berpendapat
Israel dan gereja Kristen sebagai tempat Allah menyatakan keselamatan bagi bangsa-bangsa
sangat ditolak oleh Song.[230] Harus diluruskan bahwa Song tidak menolak
keselamatan yang terdapat dapat sejarah Israel dan gereja Kristen tetapi yang
ia tolak adalah penekanan teologi tradisional yang berpendapat bahwa karya
Allah yang menyelamatkan hanya terdapat di Israel dan gereja Kristen.[231]
Pemahaman tradisional tentang
keselamatan hanya terdapat dalam Israel dan gereja Kristen adalah produk
teologi Barat yang terlalu memberi penekanan kepada doktrin penebusan.[232] Teologi ini menempatkan Kristus sebagai pusat
dan memberi penekanan kepada karya keselamatan-Nya. Akan tetapi, penebusan tidak akan terjadi
tanpa penciptaan. Untuk itu, Song
menyatakan supaya dapat memahami karya Allah yang menyelamatkan dalam sejarah
bangsa-bangsa harus kembali kepada Allah sebagai pencipta sejarah.[233] Sebagai pencipta, maka Allah hadir dalam
semua sejarah dan keselamatan tersedia bagi semua manusia. Anugerah Allah yang menyelamatkan terdapat di
semua agama.[234] Kerangka kerja (framework) Allah sebagai
pencipta sejarah adalah titik tolak Allah bekerja di tengah-tengah bangsa
Israel dan juga bangsa lain.[235]
Song mengidentikkan seluruh sejarah dan
peristiwa adalah sejarah Allah dan sejarah keselamatan.[236] Hal ini dapat dilihat melalui kisah
Perjanjian Lama di mana raja Koresy dan Nebukadnezar dipakai sebagai alat
penghukuman Allah. Kisah-kisah sejarah
ini menunjukkan
bahwa Allah telah ada dalam setiap sejarah dan menyelamatkan. Mengomentari hal tersebut, Millard J.
Erickson berpendapat
Pada
zaman Alkitab, Allah tidak membatasi diri-Nya untuk bekerja hanya melalui
Israel, bangsa pilihan-Nya, atau melalui gereja. Allah bahkan memakai Asyur, sebuah bangsa
kafir, untuk menghukum Israel….Ini tidak berarti orang-orang yang melakukannya
memperoleh keselamatan.[237]
Jika
pemakaian Allah terhadap seseorang menjadi bukti bahwa ada keselamatan Allah,
bagaimana dengan kisah Allah memakai keledai dan nabi Bileam yang sesat dalam
Bilangan 22-24 apakah binatang keledai tersebut beserta nabi Bileam juga
diselamatkan?[238]
Song menolak wahyu khusus Allah dalam
sejarah Israel dan gereja Kristen khususnya keunikan Yesus Kristus sebagai
sumber keselamatan semua bangsa dan agama.
Baginya, seluruh sejarah adalah penyataan Allah.[239] Song
dapat dikategorikan sebagai penganut penyataan sebagai sejarah.[240] Posisi ini menegaskan bahwa sejarah secara
menyeluruh sebagai penyataan Allah dan bukan sekedar peristiwa-peristiwa yang
tercatat dalam Alkitab.[241] Wolfhart Pannenberg (1928- ) yang merintis
pandangan ini. Bagi Pannenberg, wahyu
Allah tidak datang langsung kepada manusia tetapi melalui perantara yakni
sejarah.[242] Bukan dalam sejarah keselamatan dalam
pandangan tradisional tetapi seluruh peristiwa sejarah. Dan sejarah adalah satu-satunya perantara
wahyu Allah.[243] Kelemahan
dari pandangan ini adalah meniadakan garis pemisah antara penyataan umum dengan
penyataan khusus.[244]
Dalam struktur teologi seperti ini ada
satu aspek teologi tradisional yang diabaikan atau tidak jelas dalam pandangan
Song yakni realitas dosa. Erickson berpendapat
ketika manusia jatuh ke dalam dosa,
Kini
tidaklah memadai untuk mengetahui tentang adanya Allah serta mengetahui sifat
Allah. Pada saat belum jatuh ke dalam
dosa manusia memiliki kecenderungan positif (setidak-tidaknya netral) terhadap
Allah, sehingga dapat menanggapi Dia secara langsung. Tetapi setelah kejatuhan itu manusia
memalingkan muka dari Allah dan mendurhaka kepada-Nya; kini pengertian manusia
tentang hal-hal rohani menjadi kabut.
Hubungan dengan Allah bukan sekedar tidak aktif; hubungan itu kini sudah
putus sehingga harus dibangun kembali.[245]
Untuk
itulah penyataan khusus Allah dalam bentuk kehadiran Allah secara langsung
diperlukan atau lebih tepatnya niscaya untuk memungkinkan manusia memasuki
hubungan yang bersifat menebus dengan Allah.[246] Inilah
satu aspek yang tidak dipahami oleh Song.
Song seakan-akan mengabaikan realitas dosa dan kebutuhan manusia akan
wahyu Allah yang menebus dalam Israel dan gereja Kristen yang ada dalam Yesus
Kristus.
Song berpendapat bahwa Yesus adalah
inkarnasi Allah tetapi bukan satu-satunya.[247] Masih ada bentuk-bentuk inkarnasi Allah di
tempat-tempat berbeda. Inkarnasi Allah
ini hadir dalam bentuk mesias-mesias kecil di seluruh dunia dan Yesus adalah
prototipenya.[248] Bagi Song, figur Siddarta Gautama di Asia
memiliki kesamaan dengan Yesus Kristus sebagai Mesias di kekristenan.[249] Song telah mengambil jalur di luar
kekristenan tradisional. Pandangan
tradisional memengang teguh bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi. Pribadi kedua dari Trinitas, demi keselamatan
manusia turun dari surga
dan mengambil natur manusia.[250] Inkarnasi Pribadi kedua dari Trinitas hanya
terjadi satu kali dalam diri Yesus Kristus dengan tujuan untuk menyelamatkan
dan membebaskan manusia dari kuasa dosa.[251]
Kaum Injili menyakini bahwa Yesus
Kristus adalah penyataan (wahyu) yang paling lengkap dan memadai. Dalam Ibrani 1-2 menunjuk bahwa Allah telah
menyatakan diri-Nya dalam berbagai cara serta menyatakan bahwa Yesus adalah
wahyu yang lebih unggul.[252] Sehingga James W. Sire mengungkapkan dengan
jelas maksud dari ayat tersebut sebagai berikut:
Yesus
Kristus adalah wahyu khusus Allah yang ultimat.
Karena Yesus Kristus adalah Allah sendiri, Dia menunjukkan kepada kita
seperti apa Allah itu dengan lebih penuh daripada yang bisa
ditunjukkan melalui bentuk pewahyuan lainnya.
Karena Yesus juga adalah manusia sepenuhnya, Dia berbicara dengan lebih
jelas kepada kita daripada semua bentuk pewahyuan lainnya.[253]
Dengan
kata lain, Yesus adalah inkarnasi Allah satu-satunya dan tidak ada yang lain.[254] Sehingga kaum Injili percaya bahwa hanya
melalui Yesuslah manusia dapat mengenal Allah dengan benar dan sempurna
kebenarannya.[255]
Pluralis Agama sebagai
Alternatif?
Hwa Yung menyatakan bahwa dalam semua
tulisan Song terdapat konsep keselamatan universal.[256] Song memegang teguh konsep keselamatan
universal yang dianut oleh pandangan pluralis agama.[257] Ada tiga ciri yang menonjol dari kaum
pluralis yakni, penyangkalan terhadap keunikan penyataan dan keselamatan Allah
secara penuh, menolak segala bentuk superior Kristen dan memandang kekristenan
hanya salah satu respon manusia terhadap Allah, serta pengakuan bersama bahwa
banyak agama adalah jalan yang valid kepada Allah.[258] Kata pluralis sudah dipakai secara popular
dan umum. Untuk itulah D.A.Carson
memberikan tiga makna yang berkaitan dengan pluralis agama.
Pertama, pluralis agama adalah
dapat menunjuk kepada fakta kemajemukan agama yaitu fakta berbagai macam agama
di sepanjang sejarah manusia dalam berbagai kebudayaan. Pluralis agama dalam
pengertian ini adalah sebuah pernyataan tentang fenomena obyektif kemajemukan
agama-agama. Kedua, pluralis
agama menunjuk kepada fakta kemajemukan agama dan kesadaran terhadap fakta
tersebut. Kesadaran yang membawa kepada persetujuan dan pengakuan bahwa
kemajemukan agama merupakan sesuatu yang baik. Ketiga, pluralis agama dapat juga berarti pendirian filososis
yang percaya bahwa semua agama pada akhirnya menunjuk kepada realitas mendasar
yang sama dan semua orang-orang percaya dari keyakinan agama dan iman yang
berbeda-beda mendapat keselamatan yang sama efektifitasnya.[259]
Jadi,
pluralism agama yang dimaksud adalah sebuah pandangan filosofi yang berpendapat
bahwa tidak ada agama yang berhak untuk menyatakan bahwa hanya dia yang benar
sedangkan yang lain salah. Pendapat ini
di bangun atas sebuah asumsi bahwa satu agama tidak dapat mengklaim status
kebenaran di atas agama lainnya.[260]
Ini adalah bentuk “revolusi
Copernikan”
dalam teologi agama-agama yang diperkenalkan oleh John Hick seorang teolog
Presbiterian Inggris.[261] Dengan kata lain, pandangan ini dapat disebut
sebagai teosentris yang memiliki arti Allah adalah pusat sejarah dunia, pusat
keselamatan semua manusia di dunia.[262] Song tidak pernah secara eksplisit mengatakan
di mana pun dalam tulisannya bahwa semua agama adalah jalan keselamatan menuju
Allah. Akan tetapi, menolak kekhususan
dan kenormatifan sejarah Keselamatan yang mencapai puncaknya dalam karya Yesus
Kristus, sama saja dengan mengatakan bahwa akhirnya semua agama adalah jalan keselamatan.[263]
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, Song memahami Yesus secara teosentris.[264] Yesus yang diajarkan gereja Kristen selama
ini berbentuk Kristosentris yakni berpusat kepada Yesus dan keunikan-Nya
sebagai penyataan Allah yang final bagi keselamatan. Akan tetapi, melalui Yesus yang teosentris
semua orang dapat berhubungan langsung dengan Allah tanpa harus percaya kepada
Yesus, karena Allah adalah pusat dari semua agama.[265]
Song membuktikan bahwa semua orang
memiliki akses langsung kepada Allah.
Kisah pembungan Israel ke Babel menjadi bukti bahwa orang di luar Israel
memiliki akses langsung kepada Allah bahkan dipakai sebagai alat Allah yang
menghukum bangsa Israel. Song juga
melihat bahwa Allah memasukkan Koresy dan Nebukadnezar dalam keselamatan Allah
walaupun mereka kafir dengan menyebut mereka orang yang diurapi Allah dan hamba
Allah.[266] Begitu juga dalam Perjanjian Baru, melalui
kisah Perwira Romawi dan perempuan Siro-Fenisia, mereka adalah bangsa kafir
yang memiliki akses kepada Allah.[267] Terakhir, melalui perbandingan antara respon manusia dalam Israel kuno
dengan kerajaan Cina kuno, Song melihat bahwa ada kesamaan Antara Allah dalam
PL dengan Sorga di Cina kuno.[268] Jadi dari dulu sampai sekarang semua manusia
memiliki akses langsung kepada Allah tanpa diwakili Israel, gereja Kristen atau
pun Yesus Kristus.
Asumsi dasar dibalik pandangan ini
adalah semua agama berasal dari satu Allah dan agama adalah respon manusia
terhadapa Allah yang satu ini, sehingga semua agama baik Yahudi, Kristen,
Islam, Hindu mau pun Buddha menyembah Allah yang sama.[269] Asumsi ini dapat keliru dan menyesatkan
karena dalam agama-agama besar terdapat serangkaian hal yang tumpang tindih
mengenai pandangan mereka tentang Allah.[270] Wolfhart Pannenberg mengajukan pertanyaan
kritis mengenai asumsi dibalik pluralism ini, “Bagaimana kita dapat mengetahui
bahwa para pemeluk agama lain berhubungan dengan Allah yang sama ini, bahkan
bila mereka menyembah Dia dalam nama yang lain?”[271] Apa kriteria yang digunakan untuk menetukan
bagaiamana Allah bekerja untuk menyelamatkan dalam budaya dan agama lain?
Masalah yang terkait dengan pluralism
agama adalah relativitas dan kebenaran.
Song memandang masalah agama bukanlah masalah kebenaran tetapi masalah
hati.[272] Kebenaran bersifat menghakimi dan tidak dapat
menerima klaim-klaim kebenaran lainnya.[273] Semua agama memiliki keyakinannya
masing-masing. Jika kekristenan percaya
kepada Allah dan percaya kepada kematian Yesus dua ribu tahun yang lalu. Maka, orang Kristen harus mempercayai dan
memangang hal tersebut. Akan tetapi jika
agama Buddha percaya bahwa mereka mempertoleh keselamatan melalui perbuatan
maka penganut agama Kristen, Muslim, Hindu harus mempercayainya.[274] Segala bentuk klaim kebenaran harus di tolak
untuk menciptakan dialog antar umat beragama.[275]
Demi
toleransi kaum pluralis menolak segala bentuk klaim-klaim kebenaran. Mereka akan mengutuk orang yang tidak sepaham
dengan pendapat mereka. Bukankah dengan
bertindak seperti itu, kaum pluralis telah membuat klaim kebenaran bahwa
pandangan mereka yang benar? Mereka
menjunjung tinggi toleransi. Akan tetapi
jika ada kelompok yang tidak sependapat dengan mereka akan disebut tidak
toleran. Bukankah dengan bertindak
begitu kaum pluralis adalah orang yang tidak toleran terhapat pandangan orang
lain.
Keselamatan yang
Holistik
Song
memahami keselamatan sebagai pemulihan keadaan manusia secara sosial dan
politik.[276] Sebagai kekuatan untuk melangkah ke masa
depan dari kehancuran hidup.[277] Keselamatan Song terlalu menekankan aspek
terlepas dari kematian, penderitaan, ketidakadilan dan penindasan.[278] Alkitab memandang keselamatan dalam aspek
lebih utuh dalam seluruh kehidupan manusia.
Song
memberikan sebuah kritikan yang bermanfaat bagi kekristenan Injili yang terlalu
menekankan aspek keselamatan sebagai aspek rohani saja.[279] Song memahami aspek materi dari keselamatan
yakni keadilan sosial, politik, ekonomi, gender.[280] Bagi Song, keselamatan adalah perkara di
dunia ini bukan perkara di masa yang akan datang (dunia yang akan datang). Maka, tidaklah berlebihan jika Song
dikategorikan juga sebagai teolog pembebasan.[281] Persoalan keselamatan adalah perjuangan dan
demokrasi untuk mengatasi persoalan-persoalan ketidakadilan ekonomi dan
penindasan politik dalam dunia sekarang ini.[282] Ini adalah salah satu sisi (aspek)
keselamatan yang diajarkan oleh Alkitab.
Bersama
teologi Pembebasan, gerakan Pentakosta juga memberikan menekankan aspek
material dari keselamatan. Gerakan
Pentakosta memandang bahwa keselamatan rohani (pertobatan dan iman kepada Yesus
Kristus) dan keselamatan secara material (kesembuhan fisik dari sakit, emosi,
dan pemulihan finansial) adalah hal
yang sama-sama penting.[283] Bagi kaum Pentakosta, mengabarkan keselamatan
hanya yang bersangkut-paut dengan rohani saja adalah bentuk injil yang tidak
utuh. Bahkan, Peter Kuzmic seorang
teolog Pentakosta terkemuka dari Yogoslavia mengkritik kecenderungan kaum
Injili konservatif yang memandang keselamatan murni sebagai pengalaman rohani/
spiritual adalah pendistorsian kebenaran Alkitab dan dapat juga disebut sebagai
bidat. [284]
Keselamatan
memiliki dimensi keutuhan yang kompleks.
Kaum Injili konservatif terlalu menekankan aspek rohani dari
keselamatan. Mengabaikan dimensi
material dari keselamatan dalam bentuk sosial politik, kesembuhan fisik dan
finansial. Teologi Pembebasan juga
terlalu menekankan keselamatan menjadi perjuangan keadilan untuk orang miskin
dan tertindas agar mendapatkan kesejahteraan ekonomi semata.[285] Penekanan ini mengabaikan dimensi rohani dan
kesembuhan fisik dan kesejahteraan pribadi dari keselamatan. Gerakan Pentakosta yang memberi tempat pada
aspek rohani dan material (kesembuhan fisik, emosi, finansial) mengabaikan
dimensi material keselamatan dalam bentuk
sosial politik.[286] Ketiga aspek keselamatan yang telah
disebutkan adalah sebuah keselamatan yang saling melengkapi. Orang Kristen yang terbiasa dengan tradisi
Barat harus belajar dari pendeta Zahi
Nassir seorang Arab Palestina yang melayani di Christ Evangelical Church
Nazaret yang memahami Lukas 4:18-19 sebagai,
Keselamatan Allah akan digenapi;
bukan hanya mengamankan takdir abadi kita (keselamatan jiwa), melainkan juga
memberikan kita sebuah kehidupan yang diberkati dengan pembebasan dari segala
kejahatan dan penderitaan (keadilan dan kesejahteraan sosial politik).[287]
Ada
satu aspek keselamatan yang paling sering diabaikan dari ketiga tradisi di atas
yakni keselamatan ekologi. Lukas 4:18-19
pesan terakhir Yesus adalah pemberitaan tahun rahmat Tuhan telah datang. Ayat ini menunjuk kepada tahun Yobel atau
tahun pembebasan dalam Imamat 25, yang membebasakan bukan hanya hutang dan
budak tetapi juga tanah dengan cara tidak ditanami.[288] Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak hanya
mengatasi dosa-dosa pribadi dan sosial beserta konsekuensinya, tetapi juga
menghapuskan kutukan terhadap seluruh dunia termasuk tanah/ bumi. Untuk itu cakupan keselamatan harus diperluas
hingga seluruh alam semesta.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keselamatan yang Allah kerjakan dalam
sejarah Israel dan gereja Kristen di mana Yesus Kristus sebagai pusatnya adalah
unik. Karya keselamatan ini hanya
terjadi satu kali dan tidak terdapat di tempat lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di luar
Yesus tidak ada keselamatan dan kepastian keselamatan. Dengan menolak finalitas keselamatan di dalam
Yesus, jelas sekali bahwa posisi Song sangat bertentangan dengan kesaksian
Alkitab dan kepercayaan inti dari iman Kristen, bahwa Yesus satu-satunya
juruselamat yang benar. Dampak dari pandangan seperti ini akan
membawa ke arah pluralis agama. Sikap
yang menerima kebenaran dan kevalidan agama-agama yang menjadi jalan
keselamatan kepada Allah yang sangat bertentangan dengan kebenaran Alkitab.
Song benar dalam melihat sisi atau aspek
materi dari keselamatan yakni keadilan sosial, politik dan ekonomi yang
diabaikan kaum Injili. Gereja tidak hanya
peka dengan jeritan hati dari orang-orang yang terhilang, tetapi juga harus
peka terhadap tangisan dan jeritan orang yang butuh makan, tempat tinggal,
pendidikan, pekerjaan dan terpinggirkan secara sosial ekonomi. Perang, ketidakadilan, kesenjangan sosial
ekonomi, hak-hak para buruh, kesetaraan gender adalah isu-isu teologi yang mana
orang Kristen dipanggil untuk bergumul.
Dimensi inilah yang diangkat oleh Song dalam pemikirannya. Perlu juga untuk mengingat, seperti kaum
Injili terlalu menekankan keselamatan hanya bersangkutan dengan jiwa/roh, maka
demikian juga Song terlalu menekankan keselamatan sosial-politik saja dan
mengabaikan dimensi yang lain dari keselamatan.
Keselamatan yang Alkitab tawarkan bukan parsial tetapi utuh (holistik).
Saran-Saran
Mahasiswa
Melalui karya tulis ini saya berharap
mahasiswa lebih membuka wawasan terhadap seruan dari teolog-teolog di luar
tradisi dan warisan teologi yang dipelajari di sekolah teologi. Walaupun mungkin tidak semua tulisannya
bermanfaat, paling tidak Song telah memperkaya saya dengan dimensi lain dari
keselamatan yang tidak saya dapat dari warisan teologi saya yang bercorak
Injili-Pentakosta.
Gereja
Gereja memiliki panggilan untuk
memberitakan Injil dengan setia dan juga melayani yang tersisihkan dengan kasih
dan pengabdian. Yesus memberikan teladan
bahwa misi-Nya ke dalam dunia adalah mati di atas kayu salib untuk
menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia juga memberikan kelegaan, kesembuhan,
tempat perteduhan bagi mereka yang diabaikan bahkan ditolak oleh masyarakat. Keselamatan di dalam Yesus Kristus harus
terungkap secara penuh di dalam panggilan dan pelayanan gereja dalam dunia.
Daftar Kepustakaan
Buku Primer
Song, Choan-Seng. Allah
Yang Turut Menderita. Jakarta: Gunung Mulia, 1995.
______,
Sebutkanlah Nama-Nama Kami: Teologi
Cerita Dari Perspektif Asia. Jakarta:
Gunung Mulia, 1993.
Buku Sekunder
Adams, Daniel J. Teologi
Lintas Budaya: Refleksi Barat di Asia.
Jakarta: Gunung Mulia,
1994.
Budiman,
Kalvin S. 7 Model Kristologi Sosial.
Malang: SAAT, 2013
Burge,
Gary M. Palestina Milik Siapa? Fakta yang
Tidak Diungkapkan kepada Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian. Jakarta:
Gunung Mulia, 2010.
Carson,
D. A. “Kesaksian Kristen di Zaman Pluralisme.”
Dalam Allah dan Kebudayaan, ed. D.A.
Carson dan John D. Woodbridge. Surabaya: Momentum, 2002.
Cobb Jr,
John B. “Lebih dari Sekedar ‘Pluralisme.” Dalam Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama Kristen, ed. Gavin D’Costa.
Jakarta: Gunung Mulia, 2002.
Conn, Harvie M. Teologia
Kontemporer. Malang: SAAT, 1988.
Copan,
Paul. Is God a Moral Monster? Memahami
Allah Perjanjian Lama. Malang: SAAT, 2012.
Damarest, Bruce. The
Cross and Salvation. Illinois: Crossway Books, 1997.
Djengjengi,
Pinehas. “Yesus Sang Rekonsiliator.” Dalam Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia: Buku Penghormatan 70 Tahun Prof. DR. Sularso
Sopater,ed. A.A. Yewangoe dkk. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.
Enns,
Paul. The Moody Handbook of Theology: Buku Pengangan Teologi. Vol. I,
Malang: SAAT, 2003.
Erickson,
Millard J. Teologi Kristen. Vol. III,
Malang: Gandum Mas, 1999.
_____,
Teologi Kristen. Vol. I, Malang: Gandum Mas, 1999.
Fernando, Ajith. Supremasi
Kristus. Surabaya: Momentum, 2006.
Groenen,
C. Soteriologi Alkitabiah: Keselamatan
yang Diberitahukan Alkitab. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Hesselgrave,
David J. Communicating Christ
Cross-Culturally: Mengkomunikasikan Kristus Secara Lintas Budaya: Suatu
Pendahuluan Kekomunikasi Misionari. Malang: SAAT, 2004.
_____, Paradigms in Conflict: 10 Key Question in
Christian Missions Today. Grand Rapids: Kregel Publications, 2005.
Karkkainen,
Veli-Matti. Christology: A Global
introduction. Grand Rapids: Baker Academic, 2003.
Knitter,
Paul F. Menggugat Arigansi Kekristenan.
Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Kobong,
Th. “Pluralitas dan Pluralisme.” Dalam Agama
dalam Dialog. Jakarta: Gunung Mulia, 1999.
Letham,
Robert. Allah Trinitas: Dalam Alkitab,
Sejarah, Theologi, dan Penyembahan. Surabaya: Momentum, 2011.
Lukito,
Daniel Lukas. “Developing an Asian Evangelical Understanding on Christopraxis
for Indonesian Context.” Dalam Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia: Buku Penghormatan 70 tahun Prof. DR. Sularso
Sopater, eds. A.A. Yewangoe, dkk. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.
Lumintang, Stevri I. Theologia
Abu-Abu: Pluralisme Agama. Malang:
Gandum Mas, 2004.
Pannenberg,
Wolfhart. “Pluralisme Keagamaan dan Klaim Kebenaran Yang Saling Bertentangan.”
Dalam Mempertimbangkan Kembali Keunikan
Agama Kristen, ed. Gavin D’Costa. Jakarta: Gunung Mulia, 2002.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar Vol. I. Yogyakarta: ANDI, 2014.
Schumann,
Olaf. Pemikiran Agama Dalam Tantangan.
Jakarta: Gunung Mulia, 1980.
Schwobel,
Christoph. “Partikularitas, Universalitas dan Agama-Agama.” Dalam Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama
Kristen, ed. Gavin D’Costa. Jakarta: Gunung Mulia, 2002.
Sire,
James W. Semesta Pemikiran: Sebuah
Katalog Wawasan Dunia Dasar. Surabaya: Momentum, 2005.
Song, Choan-Seng. Third-Eye
Theology. Theology in Formation in Asian Settings. New York: Orbit Books,
1979.
_____,
“From Israel to Asia: A Theological Leap.”
Dalam Mission Trends, No. 3. Thrid
World Theologies, ed. Gerald H. Anderson & Thomas F. Stransky. New
York: Paulist, 1976.
_____, The Believing Heart: An Invitation to Story
Theology. Minneapolis: Fortress Press, 1999.
_____,
“Misi Penciptaan Ilahi.” Dalam Teolog
Kristen Asia: Tema-Tema yang Tampil ke Permukaan, ed. Douglas J. Elwood.
Jakarta: Gunung Mulia, 1993.
Sproul,
R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman
Kristen. Malang: Literatur SAAT, 1997.
Subagyo,
Andreas B. Pengantar Kuantitatif dan
Kualitatif: Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2004.
Tong,
Joseph. Hermeneuticsn and Biblical
Interpretation. Pacet: International Center For Theological Studies, 1999.
Veenboer,
Rein. "Pendekatan Teologi Choan
Seng Song dan Ke-ilmiah-an Teologi.” Dalam Teologi
dan Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral, ed. Tjaard G. Hommes, E.
Gerrit Singgih. Yogyakarta: Kanisius & kerja sama dengan Gunung Mulia,
1992.
Wright,
Christopher J.H. Keselamatan Milik Allah
Kami. Surabaya: Perkantas Jatim, 2011.
_____, Tuhan Yesus Memang Khas Unik: Jalan
Keselamatan Satu-Satunya. Jakarta: OMF, 2003.
Yung,
Hwa. Mangoes or Bananas? The Quest for an
Authentic Asian Christian Theology. Oxford: Regnum Books Internasional,
1997.
Jurnal
Teologi
Adams,
Daniel J. “A Reformed Understanding of Grace from John Calvin to C. S.
Song.” Theological Forum Vol. 58 (2009): 53-81.
Chan, Stephen T. “Narrative, Story and Storytelling: A Study
of C.S. Song’s Theology of Story.” AJT. Vol. 12/1 (April 1998): 14-45.
Karkkainen,
Veli-Matti. “The Leaning Tower of Mission in a Postmodern Land Ecumenical
Reflections on Pentecostal Mission in the After-Edinburgh World.” The Journal of the Eurapean Pentecostal
Theological Association Vol. 30/2 (2010): 82-93.
Lukito,
Daniel Lukas. “Eksklusivisme,
Inklusivisme, Pluralisme dan Dialog Antar-Agama.” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol. 13/2 (Oktober 2012):
251-279.
Moore, Michael S. “A Critical Profile of
Choan-Seng Song’s Theology.” Missiolgy:
An International Review. Vol.10/4
(Oktober 1982): 461-470.
Natalie.
“Evaluasi Kritis Terhadap Doktrin Gereja dari Teologi Pembebasan.” Veritas Vol. 1/2 (Oktober 2000):181-191.
Rakhmat,
Ioanes. “Karunia Keselamatan di dalam Agama-Agama.” Penuntun: Jurnal Teologi dan Gereja Vol.2/6 (Januari-Maret 1996):
114-126.
Song,
Choan-Seng. “New Chine and Salvation History- A Methodological Inquiry.” The
South East Asia Journal of Theology Vol. 15/2 (1974): 52-67.
_____,
“Theological Transpositions.” Theologies
and Cultures Vol.7/2 (Desember 2010): 10-28.
Sulistio,
Christian. “Evaluasi Terhadap Teologi Pluralisme Agama Stanley Samartha.” Veritas Vol. 10/2 (Oktober 2009):
239-257.
_____, “
Perbandingan Metode Berteologi F. D.
Schleiermacher Dan Alister McGrath.” Veritas
Vol.
5/2 (Oktober 2004): 1-15.
Tanudjaja,
Rahmiati. “Kontekstualisasi Sebagai
sebuah strategi Dalam Menjalankan Misi: Sebuah Ulasan Literatur.” Veritas:
Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol. 1/1 (April 2000): 19-27.
Tjajadi,
Cenglyson. “Keunikan Inkarnasi Kristus.” Te
Deum Vol. 1/1 (Juli-Desember 2011): 41-57.
Volf,
Miroslav. “Materiality Of Salvation: An
Investigation In The Soteriologies Of
Liberation And Pentecostal Theologies.” Journal of Ecumenical Studies Vol. 26/3 (1989): 447-467.
West,
Charles C. “Culture, Power and Ideology in Third World Theologies.” Missiology: An International Review Vol.
12/4 (Oktober 1984): 405-420.
Yahya,
Pancha W. “Tinjauan Terhadap Pandangan Choan-Seng Song Mengenai Sejarah
Keselamatan (Heilsgeschichte).” Veritas
Vol. 12/1(April 2011): 123-134.
Internet
Eliasih,
Debora Novia. “Respon Injili Terhadap Dekonstruksi Konsep
Kristologi Oleh Kaum Pluralis.” Journal
on-line. Available from http://debbiepunya.blogspot.co.uk/2010/08/respon-injili-terhadap-dekonstruksi.html.
Internet. Accessed 17 Juni 2014
Dixon,
Roger L. “Injil dan Kontekstulisasi.”
Journal on-line. Available from http://alkitab.sabda.org/resource.php?res=jpz&topic=686.
Internet. Accessed 26 Juni 2014.
Sukardi,
Imanuel. “Prinsip-Prinsip
Kontekstualisasi.” Journal on-line. Available from http://misi.sabda.org/prinsip-prinsip-kontekstualisasi. Internet. Accessed 28 Juni 2014.
[2] John Hick dan Paul F.
Knitter(ed), Mitos Keunikan Agama Kristen
(Jakarta: Gunung Mulia, 2001). Dalam
tulisan ini Hick dan Knitter sebagai penyunting, membukukan beberapan pandangan
para tokoh pluralis baik dari Eropa maupun dari Asia. Lihat juga Paul F. Knitter, Menggugat Arogansi Kekristenan
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005).
Ungkapan mempertimbangkan ulang saya pinjam dari Cavin D’Costa (ed), Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama
Kristen (Jakarta:Gunung Mulia, 2002).
[3] Demi kepentingan
penulisan dan juga terbatasnya ruang tulis, maka selanjutnya nama Choan-Seng
Song akan disingkat menjadi C.S. Song atau Song saja.
[5] Ibid., 16.
[8] Pancha W. Yahya,
“Tinjauan Terhadap Pandangan Choan-Seng Song mengenai sejarah Keselamatan (Heilsgeschichte),” Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan, Vol.12/1 (Malang, April
2011), 125.
[9] Song, 81.
[10] Lumintang, 99.
[13] Yahya, 132.
[15] Ibid., s.v. “Konsep.”
[16]
Ensiklopedia Masa Kini: M-Z,
Jilid II, s.v. “Selamat, Keselamatan” oleh W. Foerster, G. Fohrer. Diedit oleh
J.D. Douglas
[17] Ibid., s.v. “Teologi.”
[18] Diambil dari definisi
yang diberikan oleh C.S. Song dalam
bukunya yang berjudul Allah Yang Turut
Menderita. 8-14. Istilah transposisi
Song bersumber dari Webster’s Third
International Dictionary, s.v. “Transposisi,”(Chicago: Lakeside, 1996),
2431.
[19] Andreas
B. Subagyo, Pengantar Kuantitatif dan
Kualitatif: Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan (Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2004), 148-149. Penulis akan
menganalisa pemikiran seorang teolog dan membangun gambaran teologianya. Lalu akan memberikan evaluasi terhadap
teologianya menurut pandangan teologi tradisional Injili-Pentakosta.
[20] Istilah ini
diperkenalkan oleh Paul F. Knitter dalam bukunya yang berjudul “Menggugat Arogansi Kekristenan” yang
diterbitkan oleh penerbit Kanisius.
Knitter mengisahkan tentang riwayat hidupnya yang masuk ke seminari
Katolik dengan memegang pandangan “eksklusivisme”(pandangan yang mempercayai
finalitas Yesus sebagai penyataan Allah yang mutlak dan menyelamatkan),
kemudian setelah ia menyelesaikan pendidikan seminarinya, ia berakhir dengan
memegang pandangan “inklusivisme”(pandangan yang mempercayai penyataan Allah
terdapat dalam agama dan kepercayaan lain dan juga bersifat menyelamatkan). Knitter berpendapat, bahwa dua “yang lain”
yang telah mengubah hidup dan teologinya ialah mereka yang berkeyakinan lain
dan mereka yang menderita.
[21] Wawasan dunia adalah
suatu komitmen, suatu orientasi hati yang mendasar, yang dapat diekspresikan
sebagai suatu kisah atau dalam seperangkat presuposisi (asumsi-asumsi yang
mungkin benar, separuh benar, atau sama sekali salah) yang dianut (dengan sadar
atau tidak sadar, dengan konsisten atau tidak konsisten) mengenai susunan dasar
realitas, dan yang memberikan fondasi di mana kita hidup, bergerak, dan
memikirkan keberadaan kita. Definisi
wawasan dunia ini diambil dari buku James W. Sire, Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar (Surabaya:
Momentum, 2005), 5-6.
[22] Paul F. Knitter, Menggugat Arigansi Kekristenan (Yogyakarta:
Kanisius, 2005), 25.
[23] Lihat catatan kaki
Pinehas Djengjengi, “Yesus Sang Rekonsiliator,” dalam Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di
Indonesia: Buku Penghormatan 70 Tahun Prof. DR. Sularso Sopater,ed. A.A.
Yewangoe, A.M.L. Batlajery, Martin L. Sinaga, dkk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004),116.
[24] Hwa Yung, Mangoes or Bananas? The Quest for an
Authentic Asian Christian Theology (Oxford: Regnum Books Internasional,
1997), 168.
[25] Lumintang, 294.
[27] Hal tersebut dapat
dilihat dari beberapa buku karya utama Song yang memang melakukan pendekatan
teologi beranjak dari cerita-cerita rakyat. Christian
Mission in Reconstruction: an Asian Analysis (Maryknoll: Orbis, 1977), Third-Eye Theology: Theology in Formation in
Asia Settings (Maryknoll: Orbis, 1979), The
Compassionate God: an Exercise in Theology of Transposision (Maryknoll:
Orbis, 1982), Tell us Our Names, A Story
Theology From An Asian Perspective (Maryknoll: Orbis, 1984), Jesus, the Crucified People (New York:
Crossroad, 1990), Jesus and the Reign of
God (Minneapolis: Fortress, 1993). Song secara konsisten melakukan metode
berceritanya dalam buku-buku tersebut.
[28] Song, Allah Yang Turut Menderita, 7.
[29] Ibid., 8. Song memberikan dua ilustrasi untuk
menjelaskannya. Pertama, kalimat tempat
tinggalnya ditransposisikan dari pusat kota ke pinggir kota. Hal ini berarti seseorang pindah tempat
tinggal atau pergeseran tempat.Kedua, analisa sosial dan ekonomi Karl Marx di
abad XIX ditransposisikan ke dalam revolusi sosial abab XX. Hal ini berarti perubahan waktu.
[30] Ibid. Lihat Kis. 1:6-8. Rasul Paulus adalah alat utama dalam
transposisi tersebut. Rasul Paulus yang
memikul tugas penginjilan ini dan membawanya ke ujung bumi yakni Yunani dan
kekaisaran Romawi yang pada saat itu dianggap sebagai keseluruhan dunia politik
dan religio-budaya.
[31] Ibid., 10. Tugas ini harus dikerjakan ulang, sebab
transposisi iman Kristen ke Asia pada umumnya merupakan tangan kedua dan
ketiga. Hal inilah yang sedang
dikerjakan oleh Song dalam upaya teologinya.
Menurut Song, selama ini iman Kristen ke Asia hanya membaratkan Asia dan bukan menemukan kekayaan
Asia dan membangun teologi yang bercorak Asia.
[33] Ibid., 14. Song menjelaskan apa maknanya pernyataan
tersebut. Sebagai contoh, cara orang
memanggil di kebayakan daerah Asia adalah dengan mengulurkan lengan dengan
telapak tangan mengarah ke bawah. Di
Barat kebalikannya, anda harus menempatkan telapak tangan ke atas dengan jari
bergerak ke atas anda.
[34] Ibid.
[35] Ibid., 16.
[36] Ibid., 17.
[37] Ibid., 16. Song berpendapat bahwa Injil yang tidak
mengalami perubahan akan sangat aneh.
Apabila Injil hanya berbentuk segi empat maka ia tidak dapat ditempatkan
dalam sebuah lingkaran. Injil di Barat
mengambil bentuk jas, di India mengambil bentuk sari India, di Jepang berbentuk
kimono.
[39] Song, Allah Yang Turut Menderita, 24. Sentrisisme yang dimaksudkan oleh Song
adalah karya Allah yang menyelamatkan hanya terdapat dalam Israel dan
diteruskan kepada gereja Kristen sehingga seluruh tindakan Allah yang
menyelamatkan dan menebus harus dipahami, dalam garis ini yakni garis lurus
seperti yang Song katakan.
[40] Istilah Heilgeschichte disebut juga sejarah
keselamatan atau sejarah penebusan.
Sejarah Keselamatan adalah tindakan khusus Allah untuk menyelamatkan
umat-Nya. Peristiwa ini dimulai dari
ikatan perjanjian Allah dengan bangsa Israel, pekerjaan keselamatan melalui
Yesus Kristus dan pelayanan rasul-rasul yang menghasilkan Gereja. Urutan
sejarah keselamatan ini membentuk sebuah garis lurus yakni: ciptaan, kejatuhan,
pemilihan Israel, Yesus Kristus, gereja sebagai Israel yang baru dan akhirnya
penggenapan akhir.
[41] Song, Allah Yang Turut Menderita, 30. Song berpendapat bahwa pembangunan menara
Babel adalah tindakan yang melawan perintah ilahi untuk memenuhi bumi. Maka dari itu, Allah membuat bahasa mereka
berbeda-beda untuk memenuhi maksud ilahi yaitu beranekaragam bahasa
dan bangsa. Song melihat inilah awal
yang baik untuk melihat kaitan antara Israel dan bangsa-bangsa yang lain.
[42] Ibid., 29-30.
[43] Song, Allah Yang Turut Menderita, 31. Kesinambungan
yang dimaksud adalah Babel
berusaha mengkonsolidasi keutuhan mereka dalam ruang, yakni mencoba mencapai ke
sorga, maka kesinambungan Israel dan gereja sebagai pembawa keselamatan
Allah. Terputusnya pembangunan menara
Babel mempertanyakan kesinambungan Israel dan Gereja sebagai saluran
keselamatan Allah.
[44] Ibid., 37.
[45] Ibid., 34-35. Pernyataan di atas adalah ringkasan dari
halaman tersebut.
[46] Song, Allah Yang Turut Menderita, 41. Maksudnya adalah Abraham harus terpisah dari
setiap ikatan alamiah yakni tanah, keluarga dekat dan keluarga jauhnya.
[47] Ibid., 41.
[48] Ibid.
[49] Ibid., 42. Kata kuncinya
adalah “berjalan tiga hari perjalanan jauhnya,” jadi Allah adalah Allah yang
tidak diam tetapi bergerak. Implikasinya
adalah usaha untuk memperluas wawasan medan teologi dengan memandang
agama-agama yang menjadikan budaya-budaya dan sejarah-sejarah yang berbeda atau
seperti yang telah, dipaparkan oleh Song untuk melihat karya Allah di luar
tradisi Israel. Sikap ini juga merebak
di antara orang Kristen yang memisahkan orang berdasarkan dipilih dan yang
tidak dipilih, orang diselamatkan dan tidak selamat. Ini merupakan bentuk apartheid rohani.
[50] Ibid., 43.
[51] Ibid., 44. Artinya adalah atas nama perjanjian
pemilihan, Israel membangun suatu persekutuan ras dan keagamaan yang tertutup
bagi orang-orang luar. Allah yang
awalnya bergerak dan bermigrasi di antara bangsa-bangsa mulai diseret ke dalam
suatu kerangka teologis khusus yang dibangun berdasarkan pengalaman historis
dari suatu bangsa tertentu.
[52] Kerajaan Israel utara
dibuang pada tahun 722 SM ke Asyur, sedangkan Yehuda dibuang satu abad kemudian
ke Babel pada tahun 587 SM. Pembuangan
ini menyebabkan pusat rohani Israel beralih secara mencolok dari pemusatan
ibadah di Yerusalem ke perwujudan-perwujudan yang lebih beranekaragam di antara
bangsa-bangsa.
[53] Song, Allah Yang Turut Menderita, 54. Yeremia melihat hubungan antara penyebaran
Israel dengan bangsa-bangsa. Dalam
Yeremia 29:4-7, Yeremia menyampaikan pesan bahwa orang Israel yang ada dalam
pembuangan harus berdoa bagi kesejahteraan bangsa tempat mereka dibuang. Hal ini berarti Israel sebagai bangsa tidak
istemewa bagi Allah bahkan Allah memikirkan kesejahteraan bangsa yang dianggap
kafir oleh Israel. Song melihat bahwa
Persebaran bangsa-bangsa dimulai saat menara Babel kemudian Israel juga di
buang ke Babel. Hal ini bukan kebetulan,
tetapi hal ini merupakan bukti bahwa Israel dan Babel memiliki akar dan sejarah
yang sama yakni berasal dari Allah.
[54] Ibid. Teologi perwalian yang dimaksud adalah
teologi sejarah yang menganggap Israel sebagai pusat dari seluruh pernyataan
Allah dalam keselamatan. Sehingga Israel
yang memiliki akses langsung kepada Allah sedangkan bangsa-bangsa lain tidak
memiliki akses tersebut. Hanya melalui
Israel-lah bangsa-bangsa lain memiliki akses yang benar dan langsung kepada
Allah.
[55] Ibid., 55.
[56] Ibid., 54-56.
[57] Tradisi Deuteronomis
adalah pandangan yang berpendapat bahwa kitab Ulangan ditulis pada tahun kurang
lebih 621 SM. Pada zaman raja Yosia (612
SM), pekerja memperbaiki rumah Allah dan menemukan “kitab Taurat.” Pandangan yang paling menonjol dari Deuteronomis
ini adalah panggilan Allah kepada Israel untuk menjadi bangsa pilihan-Nya. Apabila terjadi kemurtadan maka akan membawa
bencana dan apabila terjadi pertobatan akan membawa kelepasan.
[58] Deutero-Yesaya adalah
pandangan yang berpendapat bahwa Kitab Yesaya ditulis oleh tiga orang. Ketiga penulis tersebut adalah, Yesaya 1-39
ditulis oleh Yesaya sendiri, Yesaya 40-55 disebut Deutero-Yesaya ditulis oleh
Muris, dan Yesaya 56-66 disebut Trito-Yesaya ditulis oleh muridnya Yesaya atau
penulis Deutero-Yesaya.
[59] Song, Allah Yang Turut Menderita, 68.
[60] Ibid., 69. Deuteronomis menjauhkan Israel dari agama-agama Kanaan. Keyakinan yang berakar bahwa Allah
semata-mata adalah Allah Israel. Di
pembuangan, telah terjadi sebuah transposisi dari Deuteronomis kepada Deutero-Yesaya.
[62] Ibid., 76. Segala bangsa diciptakan oleh satu tangan
yakni tangan sang Pencipta, sehingga seluruh kisah bangsa memiliki satu
hubungan yakni, sama-sama diciptakan oleh Allah. Implikasinya adalah tidak ada satu bangsa
yang dapat secara eksklusif mengklaim memilki Allah sedangkan bangsa lain
tidak.
[63] Song, Allah Yang Turut Menderita, 81. Song juga menambahkan bahwa dalam Yesaya
48:14b dikatakan bahwa Allah mengasihi Koresy.
Kata ini menunjukkan hubungan intim dan keakraban. Kesimpulannya adalah Allah mengenal Koresy
dan Koresy memiliki akses langsung kepada Allah.
[64] Ibid., 88.
[65] Ibid., 99.
[66] Ibid., 120.
[68] Song, Allah Yang Turut Menderita, 127. Bangsa Yahudi mengharapkan seorang Mesias yang berasal dari keturunan
Daud. Hal ini berarti mesias yang akan
datang tersebut secara politik akan melepaskan orang Yahudi dari perbudakan
kerajaan Romawi.
[69] Ibid., 128.
[70] Reorientasi adalah peninjauan kembali wawasan.
[71] Song, Allah Yang Turut Menderita, 128.
[72] Ibid.
[73] Song, Alah Yang Turut Menderita, 133. Song mengutip
pernyataan Pierre Benoit seorang ahli
Alkitab Perancis yang berpendapat, “Tirai adalah lambang penghalang yang
memisahkan orang-orang kafir dari agama Yahudi.
Dengan robeknya tirai tersebut jalan kepada Allah terbuka bagi semua orang.
[75] Ibid.
[76] Ibid., 137.
[77] Ibid., 139. Lihat, 1 Korintus 15:14-15; Kis. 2:32-33.
[78] Ibid., 145.
[79] Ibid., 145-149.
[80] 1 Korintus 1: 18-31 .
[81] Song, Allah Yang Turut menderita, 154. Song berpendapat bahwa Allah seperti inilah
yang dihadapi orang-orang Perjanjian Lama. Allah yang membunuh Uza karena berniat
baik menyentuh tabut Perjanjian supaya tidak terjatuh (1 Taw. 13:5-14). Sungguh gambaran Allah yang bertegangan
tinggi.
[83] Ibid.
[84] Ibid., 155-161.
[85] Ibid., 158-157.
[86] Song, Allah Yang Turut Menderita, 163.
[87] Ibid., 164.
[88] Ibid., 165.
[89] Lihat Lukas 18:11-13.
[90] Song, Allah Yang Turut Menderita, 166-167.
[91] Ibid., 168.
[92] Song, Allah Yang Turut Menderita, 168.
[94] Lihat Lukas 15:1-2;
Markus 2:15-17.
[96] Song mengkritik
halangan-halangan sosial dan keagamaan yang ada diantara persekutuan orang
percaya dengan orang berdosa (belum percaya) yang sebenarnya tidak ada di antara
Yesus dan orang berdosa.
[98] Lihat ayat paralelnya
untuk perwira Romawi dalam Matius 8:5-13 dan perempuan Kanaan dalam Markus
7:24-30.
[99] Song, 198.
[100] Song, Allah Yang Turut Menderita, 199.
[101] Ibid.
[104] Ibid., 200.
[105] Ibid., 201.
[106] Song, Allah Yang Turut Menderita, 209. Mandat Surga
itu berarti kekuasaan yang di berikan oleh Tuhan dari surga kepada seorang raja
untuk memerintah kerajaan dengan adil, jujur dan membawa rakyat kepada
kesejahteraan.
[107] Bukan tanpa maksud bila
seorang penguasa di Cina kuno disebut “Putra Sorgawi.” Kata “mandat” (ming) berasal dari pitogram
(kata-kata yang berasal dari gambar) yang melukiskan seorang raja taklukan yang
menerima tanda jabatan di kuil nenek moyang tuannya. Allah dipahami telah menyerahkan kekuasaan-Nya
kepada seorang
penguasa untuk memerintah. Karena itu,
ia adalah taklukan Allah, wakil penguasa Allah, dan bila perlu kekuasaan itu
dicabut kembali.
[108] Song, Allah Yang Turut Menderita,
212-213.
[109] Ibid., 214.
[110] Song, Allah Yang Turut Menderita, 215.
[111] Ibid., 216.
[113] Ibid., 218.
[114] Ibid., 220-221.
[115] Song, Allah Yang Turut Menderita, 221-222.
[116] Ibid., 222-224. Ini kisah tentang seorang bijak bernama Meng
Cu yang menegur raja Hsuan dari Ch’I karena kejahatannya yang tidak
memperdulikan rakyat. Bahkan mengatakan
para pejabat raja Hui dari
liang
dengan sebutan anjing-anjing dan babi-babimu.
Kisah ini mengingatkan kita tentang nabi Elia dan Elisa yang menegerur
para raja dan pejabat Israel yang korup dan menindas rakyat.
[117] Ibid., 230.
[118] Song, Allah Yang Turut Menderita, 234. Dukkha berasal dari bahasa Pali yang
diterjemahkan penderitaan. Walaupun
harus diingat bahwa kata ini tidak ada padanannya di dalam bahasa Inggris atau
pun Indonesia.
[119] Ibid., 231-232. Pencerahan yang dialami oleh sang Buddha berawal dari puasa yang
ia lakukan selama enam tahun. Setelah
tidak menemukan apa yang ia cari, ia memulihkan kekuatan dan pergi ke kota Gaya (bodh-Gaya) sekitar 200 km
tenggara Benaras. Ia duduk dengan posisi
teratai di bawah pohon ara-poplar dan memasuki meditasi yang sangat
khusyuk. Saat itulah sang Buddha
menemukan pencerahan. Isi pencerahan itu
adalah tentang penderitaan. Kehidupan
mulai dari kelahiran sampai kepada kematian penuh dengan penderitaan dan jalan
untuk melepaskan penderitaan hidup adalah melepaskan hawa nafsu dari keinginan
untuk memiliki.
[121] Ibid., 237.
[122] Ibid., 238
[123] Song, Allah Yang Turut Menderita, 240. Keselamatan yang dimaksud adalah keselamatan dari
penderitaan di masa kini bukan di masa yang akan datang.
[124] Ibid., 243. Song berpendapat bahwa dari sisi Allah sang
Khalik dan Penebus seluruh alam ciptaan ini dan semua bagiannya, tidak sama
sekali keliru bila kita mengatakan bahwa roh yang telah membangkitkan rasa
turut menderita dalam hati sang Buddha bagi umat manusia yang menderita adalah Roh yang sama yang membuka
mata orang-orang Kristen kepada Yesus Kristus, Firman yang menjadi
manusia.
[125] Ibid., 244-251. Song menilai bahwa bukan sebuah kebetulan
bahwa Kristen menembus Barat dan Eropa sedangkan Buddha menembus Cina. Awal masuknya Buddha ke Cina bermula saat
kaisar Ming dari dinasti Han (58-75 M) bermimpi melihat dewata terbang dengan
warna keemas-emasan. Menterinya menceritakan bahwa
di India ada orang yang dijuluki Buddha yang mampu terbang dan berwarna
keemas-emasan. Lalu kaisar menyuruh utusan untuk
belajar tentang sang Buddha. Itulah
awalnya Buddha menembus Cina. Kristen menembus Barat saat Konstantin menjadi
raja. Saat itu Konstantin berperang dan melihat
sebuah penglihatan bahwa ada tanda salib di depan pasukannya. Setelah ia menang, maka kekristenan menjadi
agama yang menembus Barat pada saat itu.
Kisah ini sangat mirip dan memiliki kesamaan.
[126] Ibid., 253-254.
[127] Ibid., 259.
[128] Song, Allah Yang Turut Menderita, 273-274.
[129] Ibid., 276.
[131] Ibid., 261.
[133] Ibid., 105.
[135] Ibid., 45.
[136] Ibid.
[137] Ibid., 46.
[138] Pandangan tradisional
yang dimaksud Song adalah pendapat bahwa penyataan Allah yang menyelamatkan
sepenuhnya hanya hadir melalui Israel dan gereja Kristen.
[139] Lihat Bab II, 18.
[140] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 30.
[141] Song, Allah yang Turut Menderita, 37.
[142] Lihat Bab II, 17-18.
[144] Lihat Bab II, 18-19.
[145] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 64.
[146] Song, Allah yang Turut Menderita, 71.
[150] Ibid.
[151] Song, Allah Yang Turut Menderita, 7.
[152] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 58.
[153] Song, Allah yang Turut Menderita, 17.
[154] Lihat Bab II, 5.
[156] Prototipe adalah model
yang asli yang menjadi contoh.
[157] Song, Allah Yang Turut Menderita, 130.
[158] Song, Allah Yang Turut Menderita, 154.
[160] Ibid., 112.
[161] Ibid., 45.
[162] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 93.
[163] Song, Allah yang Turut Menderita, 216.
[166] Ibid.
[167] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 192. Buddha mengajarkan keselamatan dari
penderitaan yang diidap hidup manusia dan yang mengganggunya.
[168] Ibid., 66.
[169] Ibid., 124.
[170] R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (Malang:SAAT,
1997), 211.
[171] New Bible Dictionary Third Edition, s.v.
“Salvation,” oleh B.A. Milne dan G. Walters
[172] Bruce Damarest, The Cross and Salvation (Illinois:
Crossway Books, 1997), 25.
[173] Ibid., 26.
[174] Christopher J.H. Wright,
Keselamatan Milik Allah Kami
(Surabaya:Perkantas Jatim, 2011), 13-36.
Saya berutang kepada Wright atas pembagian dan analisanya yang utuh dan
berimbang atas konsep keselamatan dalam Alkitab. Pembagian dalam tulisan ini akan mengikuti
pola yang telah dibuat Wright dalam buku ini.
[176] Wright, 17-18.
[177] Juaksa Simangunsong
“Keselamatan di dalam Agama Kristen Diperhadapkan dengan Keselamatan di dalam
Ajaran Suku Batak Asli,” dalam Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia: Buku Penghormatan 70 tahun Prof. DR. Sularso
Sopater, ed. A.A. Yewangoe, A.M.L.
Batlajery, Martin L. Sinaga, dkk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 170.
[179] Simangunsong, 171.
[180] Damarest, 26.
[181] Theological Dictionary of the New Testament, s.v. “Salvation,” oleh
Foerster.
[182] Wright, 21-22.
[183] Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. III (Malang: Gandum
Mas, 1999), 71.
[184] Wright, 24.
[186] Wright, 24.
[187] Damarest, 26.
[188] C. Groenen, Soteriologi Alkitabiah: Keselamatan yang
Diberitahukan Alkitab (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 56.
[189] Damarest, 26.
[190] Wright, 28.
[191] Simangunsong, 177.
[194] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku
Pengangan Teologi Vol. I (Malang: SAAT, 2012), 400.
[195] Erickson, 69.
[196] Daniel
J. Adams, Teologi Lintas Budaya: Refleksi
Barat di Asia (Jakarta: Gunung
Mulia, 1994), 91. Menurut Adams salah
satu ciri yang menandai teologi kontekstual adalah secara khas oleh kepedulian
yang sungguh-sungguh atas kebudayaan sebagai acuan teologi dan apa artinya bagi
keseluruhan pandangan dunia dan cara berpikir suatu masyarakat tertentu.
[197] Pinehas Djengjengi
“Yesus Sang Rekonsiliator: Kajian Kristologis terhadap Pemikiran Teologis
Choan-Seng Song dan Manfaatnya bagi Pengembangan Kristologi di Indonesia dalam
Era Reformasi (1998-2004),” dalam Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia: Buku Penghormatan 70 Tahun Prof. DR. Sularso
Sopater, ed. Yewangoe, A.A., A.M.L. Batlajery., Martin L. Sinaga, dkk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 117. Tidak seperti teolog-teolog Injili pada
umumnya yang memahami keselamatan berdasarkan perspektif Barat, Song memahminya
dari perspektif Timur. Tantangan Timur
adalah kehidupan yang pluralis baik agama mau pun budaya. Inilah konteks yang dihadapi oleh Song.
[198] Lumintang, 297.
[199] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 51.
[200] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 79.
[201] Song, Allah Yang Turut Menderita, 48.
[202] Stephen
T. Chan “Narrative, Story and Storytelling: A Study of C.S. Song’s Theology of
Story,” dalam AJT. Vol. 12/1 (April
1998), 18. Chan berpendapat untuk
melepakan teologi secara total dari pengaruh Barat
adalah sesuatu yang tidak mungkin. Chan mempertanyakan bagaiamana mungkin Song
membangun teologi yang murni Asia yang lepas dari pengaruh Barat
jika Song sendiri hidup dan mendapatkan pendidikan di Barat.
[203]
Christian Sulistio “Perbandingan Metode
Berteologi F. D. Schleiermacher Dan Alister McGrath,” dalam Veritas Vol. 5/2 (Oktober
2004),
13.
[204] Chan, 19.
[205] Djengjengi, 117.
[206] Rahmiati Tanudjaja
“Kontekstualisasi Sebagai Sebuah Strategi Dalam Menjalankan Misi: Sebuah Ulasan
Literatur,” dalam Veritas Vol. 1/1
(April 2000), 23.
[207] Ibid, 23.
[208] Rein Veenboer "Pendekatan Teologi Choan Seng Song dan
Ke-ilmiah-an Teologi,” dalam Teologi dan
Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral, ed. Tjaard G. Hommes, E.
Gerrit Singgih (Yogyakarta: Kanisius & kerja sama dengan Gunung Mulia ,
1992), 42, 44.
[209] Lumintang, 338.
[210] Joseph Tong, Hermeneuticsn and Biblical Interpretation (Pacet:
International Center For Theological Studies, 1999), 18.
[211] David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally:
Mengkomunikasikan Kristus Secara Lintas Budaya: Suatu Pendahuluan Kekomunikasi
Misionari (Malang: SAAT, 2004), 131.
[212] Ibid.
[213] Imanuel Sukardi “Prinsip-Prinsip
Kontekstualisasi.” [journal
on-line].Available fromhttp://misi.sabda.org/prinsip-prinsip-kontekstualisasi; Internet; Accessed 28 Juni 2014.
[214] Roger L. Dixon, “Injil dan Kontekstulisasi.” [journal
on-line]. Available from http://alkitab.sabda.org/resource.php?res=jpz&topic=686; Internet; Accessed 26
Juni 2014.
[215] Hwa Yung, Mangoes or Bananas? The Quest for an
Authentic Asian Christian Theology (California:
Regnum Books International, 1997), 169.
Tiga kunci untuk memahami tulisan Song adalah penolakannya terhadap
konsep keselamatan, transposisi, tinjauan misi Kristen. Song tidak menolak karya keselamatan Allah,
yang ditolak oleh Song adalah sejarah keselamatan yang memandang bahwa Israel
dan Gereja Kristen adalah satu-satu saluran pembawa keselamatan Allah bagi
budaya dan kepercayaan lain.
[216] Yahya, 123. Sejarah keselamatan atau dalam bahasa Jerman
dikenal dengan istilah Heilsgeschichte
diperkenalkan oleh Oscar Cullman seorang sarjana Perjanjian Baru dari
Swiss. Penekanan utama sejarah
keselamatan adalah sejarah merupakan arena di mana Allah bertindak untuk
melaksanakan keselamatan bagi manusia di dalam Kristus. Tindakan sentral dalam sejarah keselamatan
adalah kedatangan Yesus Kristus yang pertama sebagai juruselamat (lihat Harvie
M. Conn, Teologia Kontemporer
[Malang: Literatur SAAT, 1988], 55-57)
[217] Song, Allah Yang Turut Menderita, 33
[219] Djengjengi, 118.
[220] Debora Novia Eliasih, “Respon
Injili Terhadap Dekonstruksi Konsep Kristologi Oleh Kaum Pluralis.” [journal on-line]. Available from http://debbiepunya.blogspot.co.uk/2010/08/respon-injili-terhadap-dekonstruksi.html; Internet; Accessed 17 Juni 2014. (Lihat juga Choan-Seng Song, Third-Eye Theology. Theology in Formation in
Asian Settings[New York: Orbit Books, 1979], 118)
[222] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 30.
[223] Choan-Seng Song “Misi
Penciptaan Ilahi,” dalam Teolog Kristen
Asia: Tema-Tema yang Tampil ke Permukaan, ed. Douglas J. Elwood (Jakarta:
Gunung Mulia, 1993), 178.
[224] Song, Misi Penciptaan
Ilahi, 173.
[225] Adams,
91.
[226] Veli-Matti Karkkainen, Christology: A Global introduction
(Grand Rapids: Baker Academic, 2003), 272.
[227] Choan-Seng Song “New
Chine and Salvation History- A Methodological Inquiry,” dalam The
South East Asia Journal of Theology Vol. 15/2 (1974), 57.
[228] Choan-Seng Song, ‘From
Israel to Asia: A Theological Leap.’ Dalam Mission
Trends, No. 3. Thrid World Theologies, ed. Gerald H. Anderson & Thomas
F. Stransky (New York: Paulist, 1976), 216.
[229] Ibid., 216.
[230] Lihat Bab II, 20-21.
[231] C.S. Song, The Believing Heart: An Invitation to Story
Theology (Minneapolis: Fortress Press, 1999), 240.
[232] C.S. Song “Theological
Transpositions,” dalam Theologies and
Cultures Vol.7/2 (Desember 2010), 16.
[233] Song, Allah Yang Turut Menderita, 76-77.
[234] Daniel J. Adams“A
Reformed Understanding of Grace from John Calvin to C.S. Song,” dalam Theological Forum Vol. 58 (2009), 75.
[235] Charles C. West
“Culture, Power and Ideology in Third World Theologies,” dalam Missiology: An International Review
Vol.12/4 (Oktober 1984), 41.
[236] Lihat Bab II, 18-19.
[237] Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. III, 406.
[238] Lumintang, 360.
[239] Lihat Bab II, 19-20.
[240]Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. I, 232-238. Ada tiga pandangan yang berbeda mengenai
hubungan antara penyataan diri Allah dan sejarah. Pertama, pernyataan di dalam sejarah. Kedua, pernyataan melalui sejarah. Ketiga,
penyataan sebagai sejarah.
[241] Ibid., 238.
[242] Harvie M. Conn, Teologia Kontemporer (Malang: SAAT,
1988), 86.
[243] Ibid., 87.
[244] Erickson, Teologi Kristen Vol. I, 238. Wahyu adalah penyingkapan Allah kepada
manusia, di mana Ia menyatakan kebenaran tentang diri-Nya sehingga tanpa jalan
itu manusia tidak akan mengetahuinya.
Maka, wahyu umum menyatakan aspek-aspek tentang Allah dan natur-Nya
kepada seluruh umat manusia sehingga semua umat manusia memiliki kesadaran akan
keberadaan Allah (Mzm. 19:1-7). Maka
manusia bertanggung jawab kepada Allah sebagai pencipta (Rm. 1:18-21). Sedangkan wahyu khusus adalah penyataan diri
Allah kepada orang-orang tertentu dan pada saat dan tempat tertentu, sehingga
memungkinkan orang-orang tersebut memasuki hubungan yang bersifat menebus
dengan Allah. Wahyu khusus Allah yang
paling penting adalah Yesus Kristus dan Alkitab. (Lihat Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan
TeologiI [Malang:SAAT, 2012], 228-229)
[245] Erickson, Teologi Kristen Vol. I, 224.
[246]Erickson, Teologi Kristen Vol. I, 223.
[247] Lihat Bab II, 35.
[248] Lihat Bab II, 36.
[249] Karkkainen, 272. Song berargumentasi bahwa Roh yang
membangkitkan rasa turut menderita dalam hati sang Buddha adalah Roh yang sama
membuka mata rohani orang Kristen kepada Yesus Kristus. Daniel Lukas Lukito berkomentar bahwa Song
mencampur dua kategori berbeda, karena membuka mata kepada Yesus tidaklah sama
dengan membuka mata kepada penderitaan manusia.
Lebih lanjut Lukito menegaskan Roh Kudus yang membuka mata orang kepada
Yesus adalah pekerjaan Allah untuk karya keselamatan, sedangkan yang membuka
mata Gautama kepada penderitaan manusia buka karya Roh Kudus tetapi pencerahan
manusia semata. ( Lihat Daniel Lukas
Lukito “Developing an Asian Evangelical Understanding on Christopraxis for
Indonesian Context,” dalam Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia: Buku Penghormatan 70 tahun Prof. DR. Sularso
Sopater, eds., A.A. Yewangoe, A.M.L. Batlajery, Martin L. Sinaga, dkk,
[Jakarta:Gunung Mulia, 2004], 101)
[250] Robert Letham, Allah Trinitas: Dalam Alkitab, Sejarah,
Theologi, dan Penyembahan (Surabaya: Momentum, 2011) 180.
[251] Cenglyson Tjajadi,
“Keunikan Inkarnasi Kristus,” dalam Te Deum
Vol. 1/1 (Juli-Desember 2011) 56.
[252] Erickson, Teologi Kristen Vol. I, 243.
[253] James W. Sire, Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog Wawasan
Dunia Dasar (Surabaya: Momentum, 2005), 27.
[254] Tjajadi, 56.
[255] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar I (Yogyakarta: ANDI,
2014), 362-363.
[256] Yung, 171.
[257] Ibid.,
172. Ada tiga posisi yang secara umum
mewakili pandangan mengenai keselamatan.
Pertama disebut dengan istilah Eksklusivisme. Pandangan ini berpendapat bahwa manusia telah
jatuh ke dalam dosa dan mustahil untuk menyelamatkan diri sendiri ataupun
mengenal Allah. Allah bertindak
memperkenalkan diri-Nya disepanjang zaman Perjanjian Lama dan puncaknya adalah
inkarnasi Allah di dalam Yesus Kristus.
Karena itu keselamatan hanya diperoleh di dalam dan melalui Yesus. Keselamatan yang Allah kerjakan di dalam
Yesus tidak terdapat di dalam agama-agama lain.
Kedua adalah Inklusivisme. Pandangan ini berpendapat bahwa orang bias
diselamatkan melalui kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus, tanpa masuk menjadi
umat Kristen. Pandangan ini menekankan
keselamatan di dalam Yesus adalah mutlak, tetapi orang yang beragama lain dapat
diselamatkan juga melalui kematian Yesus walaupun ia tidak beragama Kristen. Ketiga adalah Pluralisme. Pandangan ini ingin menempatkan Allah (theos)
di pusat jagat agama dan bukan Yesus Kristus atau kekristenan. Dengan demikian, pluralis menganggap bahwa
semua agama, sah dan saling melengkapi.
Semua agama memiliki keselamatannya masing-masing. (Lihat Christopher Wright, Tuhan Yesus Memang Khas Unik: Jalan
Keselamatan Satu-Satunya [Jakarta: OMF, 2003], 19-36)
[258] Yung, 103.
[259]
Christian Sulistio“Evaluasi Terhadap
Teologi Pluralisme Agama Stanley Samartha,” dalam Veritas Vol. 10/2 (Oktober 2009), 239, f. 1, dikutip dalam D.A.
Carson, The Gagging of God (Leicester: Apollos, 1996), 13-22.
[260] D.A. Carson “Kesaksian
Kristen di ZamanPluralisme,” dalam Allah
dan Kebudayaan. ed. D.A. Carson dan John D. Woodbridge (Surabaya: Momentum,
2002), 38-39.
[261] Ajith Fernando, Supremasi Kristus (Surabaya: Momentum,
2006), 8. Copernicus sadar bahwa
matahari, dan bukan bumi, yang menjadi pusat, dan bahwa seluruh planet,
termasuk bumi, berputar mengelilingginya.
Hick menerapkan analogi ini kepada pendekatan semua agama. Dia mengatakan bahwa orang Kristen telah
menjaga Kristus sebagai pusat dan melihat iman-iman lainnya dalam kaitan dengan
Kekristenan. Sebaliknya, Hick
mengatakan, “Kita harus menyadari bahwa semesta iman-iman berpusat pada Allah,
bukan pada kekristenan atau agama lain mana pun. Allah adalah matahari, sumber terang dan
hidup asali, yang dicerminkan oleh semua agama dengan cara mereka masing-masing.
[262] Lumintang, 224.
[263] Christoph Schwobel
“Partikularitas, Universalitas dan Agama-Agama,” dalam Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama Kristen, ed. Gavin D’Costa
(Jakarta:Gunung Mulia, 2002), 71.
[264]
Sulistio, Evaluasi Terhadap Teologi
Pluralisme Agama Stanley Samartha, 249. Yesus memandang Allah adalah pencipta semua
kehidupan dan umat manusia. Ia juga adalah penebus semua yang hidup, mengasihi
dunia, dan mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri. Ia mengajar murid-murid-Nya untuk menjadi
teosentris dan berdoa kepada Allah.
Yesus juga selalu menunjuk kepada kerajaan Allah dan bukan kepada
diri-Nya sendiri. Pesan sentral dari Yesus adalah Kerajaan Allah.
[266] Lihat Bab II, 17-19.
[267] Lihat Bab II, 25.
[268] Lihat Bab II, 26-27.
[269] Th. Kobong “Pluralitas
dan Pluralisme,” dalam Agama dalam Dialog
(Jakarta: Gunung Mulia, 1999), 128.
[270] John B. Cobb Jr, “Lebih
dari Sekedar ‘Pluralisme’,” dalam Mempertimbangkan
Kembali Keunikan Agama Kristen, ed. Gavin D’Costa (Jakarta:Gunung Mulia,
2002), 145. Kekristenan memandang Yesus
sebagai Allah, hal ini adalah penghujatan bagi orang Muslim karena mereka
menganggap manusia tidak dapat disamakan dengan Allah. Yahudi dan Islam adalah agama monoteisme yang
Unitarian sedangkan Kristen adalah monoteisme yang Trinitarian. Yahudi, Islam dan Kristen memandang Allah sebagai
pribadi, sedangkan dalam agama Hindu dan Buddha tidak. Terdapat perbedaan dalam agama-agama besar
dalam hal keselamatan. Yudaisme dan
Islam memandang bahwa keselamatan dapat dicapai melalui amal dan perbuatan
baik. Hindu dan Buddha memandang keselamatan
sebagai terbebasnya manusia dari lingkaran penderitaan yang dicapai melalui
pengekangan diri dari segala keinginannya.
Kristen memandang keselamatan adalah anugerah yang diberikan Allah
kepada orang berdosa secara cuma-cuma atas dasar kematian Yesus Kristus di kayu
salib. (Lihat, Ioanes Rakhmat “Karunia
Keselamatan di dalam Agama-Agama,” dalam Penuntun Vol.2/6 [Januari-Maret 1996], 114-124)
[271] Wolfhart Pannenberg
“Pluralisme Keagamaan dan Klaim Kebenaran Yang Saling Bertentangan,” dalam Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama
Kristen, ed. Gavin D’Costa (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 167.
[272] Song, sebutkanlah
Nama-Nama Kami, 183.
[273] Ibid., 23.
[274] Ibid., 183.
[275] Daniel Lukas Lukito
“Eksklusivisme, Inklusivisme, Pluralisme dan Dialog Antar-Agama,”dalam Veritas Vol. 13/2 (Oktober 2012), 271.
[276] Lihat Bab II, 36.
[277] Song, ‘From Israel to
Asia: A Theological Leap, 213-214.
[278] Yahya, 132.
[279] Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. III, 95-97.
[280] Veli-Matti Karkkainen
“The Leaning Tower of Mission in a Postmodern Land Ecumenical Reflections on
Pentecostal Mission in the After-Edinburgh World,” dalam The Journal of the Eurapean Pentecostal Theological Association
Vol. 30/2 (2010), 87.
[281] Ross Langmead, The Word Made Flesh: Towards An
Incarnational Missiology (American Society of Missiology Dissertation
Series), 167. Disertasi yang tidak
diterbitkan.Teologi pembebasan dipelopori oleh Gustavo Gutierrez seorang romo Katolik ordo Dominikan yang
berasal dari Peru. Teologi pembebasan
memberikan penekanan keselamatan sebagai pelepasan dan pembebasan dari
penindasan orang berkuasa terhadap golongan-golongan yang tak berdaya. ( Lihat Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. III [Malang: Gandum Mas, 1999], 75-81;
Kalvin S. Budiman, 7 Model Kristologi
Sosial (Malang: SAAT, 2013), 20-21; Natalie “Evaluasi Kritis Terhadap
Doktrin Gereja dari Teologi Pembebasan,” dalam Veritas Vol. 1/2 [Oktober 2000], 181)
[282] Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, 57, 93.
[283]Karkkainen, The Leaning Tower of Mission, 86.
[284] Miroslav Volf “Materiality Of Salvation: An Investigation In The
Soteriologies Of Liberation
And Pentecostal Theologies,” dalam Journal
of Ecumenical Studies Vol. 26/3 (1989), 462. Secara pribadi saya tidak
terlalu setuju dengan deskripsi Kuzmic terhadap kaum Injili, tetapi ada
kebenaran yang ingin diungkapkan olehnya bahwa keselamatan juga memiliki aspek
fisik atau material. Teolog-teolog Pentakosta
seperti Guy P. Duffield, Nathaniel M. Van Cleave, Pat Robertson, dan Susana
Vaccaro de Petrellajuga telah memberikan unsur sosial politik dalam aspek keselamatan.
[285] David J. Hesselgrave, Paradigms in Conflict: 10 Key Question in
Christian Missions Today (Grand Rapids: Kregel Publications, 2005), 120.
[286] Volf, 466. Volf mengevaluasi aspek-aspek keselamatan
kaum Injili, Pembebasan dan Pentakosta berdasarkan teks Lukas 4:18-119. Ada aspek pertobatan pribadi, pembebasan
tawanan politik dan pembebasan orang tertindas, kabar baik kepada orang miskin
dan kesembuhan secara fisik.
[287] Gary M. Burge, Palestina Milik Siapa? Fakta yang Tidak
Diungkapkan kepada Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian (Jakarta: Gunung
Mulia, 2010), 240-241. Penekanan
ditambahkan oleh saya.
[288] Volf, 466.