KARAKTER PELAYAN TUHAN
DALAM TERANG 1 & 2 KORINTUS
Pendahuluan
Karakter
adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut
yang dapat diamati pada individu (Menurut W.B. Saunders, 1977: 126).[1] Sifat nyata yang berbeda ini akan membuat seseorang
terlihat berbeda dengan oran lain dalam tingkahlakunya.
Wyne
mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir
yang memfokuskan bagaimana mengimplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku.[2] Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek,
sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang
berkarakter mulia. Jadi istila karakter
erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Begitu
pula bagi seorang pelayan Tuhan, karakter merupakan faktor yang sangat penting
untuk dimiliki dalam menjalani kehidupan pelayanannya. Keberhasilan seorang pelayan Tuhan juga akan
dipengaruhi oleh karakter yang dimilikinya.
Tanpa karakter yang benar dan karakter yang baik, maka pelayanan akan
berjalan tidak baik atau timpang. Melalui
karya tulis ini, penulis akan membahas tentang karakter yang dimiliki oleh
seorang hamba atau pelayan Tuhan menurut terang surat I & II Korintus.
Rasul
Paulus
Dalam Kisah
Para Rasul dan Surat-Surat Paulus
Sebelum penulis membahas lebih dalam karakter seorang pelayan Tuhan dalam terang
I & II Korintus, terlebih dahulu
penulis akan menguraikan tentang profil dari penulis kitab I & II Korintus yaitu Paulus.
Paulus adalah seorang Yahudi, lahir di Tarsus di Tanah Kilikia, dibesarkan
di kota ini, dididik dengan teliti dibawah kaki Gamaliel (Kisah Para Rasul
22:3), seorang warga Negara Roma (Kisah Para Rasul 22:28). Paulus adalah seorang yang sangat keras dan
membenci pengikut Kristus sebelum pertobatannya (Kisah Para Rasul 9:1-2). Namun bila di tinjau dari segi akal sehat,
sangat tidak mungkin bila Paulus kemudian menjadi orang yang begitu berapi-api dalam memberitakan Injil
tentang Kristus dan juga tegas.
Paulus Paulus tidak segan-segan menegur orang yang lalai dalam pelayanan
dan juga tidak segan-segan mengur Petrus karena ketidak konsistenannya. Bukti dari ketegasan Paulus ini terdapat di
dalam Kisah 15: 37-39 “ tetapi Paulus
dengan tegas berkata bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah
meninggalkan mereka di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja sam-sama dengan
mereka, hal ini menimbulkan perselisihan yang tajam,….” Dalam teks ini, menunjukkan bagaimana Paulus
tidak menyukai orang yang main-main dengan pelayannannya. Paulus menolak Markus untuk ikut dengan dia
karena sikap main-main dari Markus. Juga
dalam surat yang ditulisnya dalam Galatia 2: 11-14 “tetapi waktu Kefas datang ke Anthiokia, aku berterang-terang menentangnya
sebab ia salah…..tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai
dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas dihadapan mereka
semua:….” Paulus tidak segan-segan
menegur Petrus di hadapan Jemaat karena ketidak konsistenan Petrus. Paulus menjadi orang yang idealis dan juga
tidak ada kompromi darinya soal pelayanan.
Meskipun demikian, Paulus yang sikapnya tegas dan
tanpa kompromi, seiring dengan proses yang dilaluinya di dalam pelayanan, ia
akhirnya kembali menerima Markus yang sebelumnya ia tolak (2 Timotius 11:4). Hal ini membuktikan bahwa Karakter Paulus
yang tegas dan keras pun bisa berubah seiring proses yang dilaluinya.
Dalam Terang 1 & 2
Korintus
“Tetapi aku
menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu
seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu,
tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. Sebab,
saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu,
bahwa ada perselisihan di
antara kamu. Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari
golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau akudari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu?
Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?”
Salah
satu poin yang paling utama dalam karakter seorang pelayan ialah menjadikan Kristus sebagai yang nomor satu. Dalam teks diatas, rasul Paulus menasehati
jemaat Korintus karena perpecahan mereka,
dengan menggunakan frasa “demi nama Tuhan kita Yesus Kristus” Paulus menasehati jemaat bukan dari atau untuk
dirinya sendiri, melainkan karena demi Tuhan Yesus. Dasar dari nasehatnya bukanlah kedudukan dan
gengnsinya, melainkan nama Tuhan Kita
Yesus Kristus yang telah memanggilnya menjadi seorang rasul.[3]
Paulus memusatkan pelayanannya kepada
Kristus sebagai yang utama. Jemaat di Korintus
mengidentifikasikan diri mereka kedalam kelompok-kelompok. Ada yang mengatakan diri dari golongan
Paulus, mungkin mereka adalah petobat pertama di Korintus yang tetap setia
kepada Paulus. Ada yang mengatakan dari
golongan Kefas, yang menekankan hikmat yang lebih tinggi ketimbang iman yang
sederhana yang diberitakan oleh Paulus.[4]
Namun Paulus menjelaskan kepada mereka
bahwa sumber hikmat yang utama ialah dari Allah di dalam Yesus Kristus. Paulus telah menjelaskan hal ini sebelumnya
di dalam 1 Korintus 1:4-11.
1Korintus 1: 4-11
“Aku senantiasa mengucap syukur kepada
Allahku karena kamu atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam KristusYesus.
Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan,
sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu. Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karuniapun sementara kamu menantikan penyataan Tuhan kita Yesus Kristus.
Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepadakesudahannya, sehingga
kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus.
Allah, yang memanggil kamu
kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.”
Di
dalam teks ini, rasu Paulus menjelaskan bahwa segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan diberikan
kepada mereka dari Allah. Frasa kamu telah menjadi kaya adalah sebuah
cara berkata kata secara tidak langsung di kalangan orang Yahudi bahwa Allah telah memperkaya mereka tanpa mempergunakan nama Allah, diterima
melalui Yesus Kristus, melalui kematian-Nya di kayu salib.[5]
Paulus mengajarkan mereka bahwa segalah
yang mereka miliki berasal dari Allah.
Poin
yang Kedua dari sikap seorang pelayan
Tuhan ilalah tidak mementingkan
kepentingan sendiri, melainkan melakukan semuanya demi kemuliaan Allah,
pemberitaan Injil dan demi keselamatan orang lain. Paulus menjelaskan hal ini dalam teks 1
Korintus 9: 12b, 18 dan 10: 31-33.
Pasal 9:12b“tetapi
kami tidak mempergunakan hak itu.
Sebaliknya, kami menanggung segalah sesuatu , supaya jangan kami mengadakan
rintangan bagi pemberitaan injil Kristus.”
Pasal 9: 18 “kalau demikian apakah
upahku ? upahku ialah ini: bahwa aku bole memberitakan Injil tanpa upah,
dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.”
Agar jangan
Injil dicela, Paulus melepaskan haknya, atas bantuan keuangan . Dia selalu menjadi segalah-galahnya bagi
semua orang dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan adat dan keperluan
mereka dengan suatu maksud, yaitu memenangkan mereka bagi Allah.[6] Paulus tidak mementingkn kepentingan atas
haknya untuk mendaptkan upah dalam pelayanannya, hanya supaya pemberitaan Injil
tidak mendapat rintangan.
Pasal 10: 31-33
“aku
menjawab: jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati
orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenagkan
hati semua orang dalam segalah hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi
untuk kepentingan orang bayak, supaya mereka beroleh selamat.”
Kemuliaan Allah adalah tujuan utama dari Paulus. Setelah itu, baru orang Yahudi, orang Yunani,
ataupun jemaat Allah. Pandangan Paulus
diarahkan pada tiga kelompok yang berbeda. Paulus mengakhiri pembahasan ini
dengan contoh dirinya sendiri dan Tuhan.
Menyenangkan hati tidak dilakukan untuk mencari nama atau untuk
menghindari penindasan, melainkan untuk mengutamakan kepentingan orang banyak, artinya: keselamatan mereka (9:19, 22). Tuhan adalah tokoh yang “tidak mencari
kesenangannya sendiri”. Pernyataan
Paulus secara klimaks mengakhiri pembahasan.
Jika sikap yang benar dalam hal ini adalah kebebasan untuk mengasihi
Tuhan, mengasihi kebenaran dan mengasihi sesama saudara. Legalitas dan keadaan serba diijinkan tidak
akan menyelesaikan masalah: kebebasan yang terkendali adalah prinsip yang harus
ditaati.[7] 1Korintus 11:1 Paulus dengan berani
menawarkan dirinya menjadi contoh bagi jemaat. Atas dasar pertimbangan bahwa ia
sendiri mengikuti Kristus.
Sikap
yang ketiga yang juga harus dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan yaitu berani memberitakan kebenaran Firman Allah (2
Korintus 4:5). Paulus meneruskan memperlawankan
pandangannya mengenai injil dan pengutusannya dengan pandangan para
lawannya. Ia tidak gentar, bukan karena
acuh tak acuh terhadap tuduhan-tuduhan yang melawan dirinya. Melainkan karena kepercayaan yang dengan
teguh berakar dalam belas kasihan Allah yang tak pernah berubah. Pengalaman belas kasihan ini mencirikan Paulus
sebagai seorang pelayan (Lih 2 Korintus 2:16-17). Karena pelayannya berdasarkan pada Allah dan
bukannya pada jasanya sendiri, ia mampu menolak setiap kepalsuan dan mewartakan
kebenaran dengan keberanian besar.[8]
Para pemfitnah Paulus mempersalahkan bahwa dia
bertindak akal-akalan dan tidak dapat dipercaya. (2 Korintus 1:17-18;
12:16). Ia menambahkan bahwa ia tidak
memperlihatkan tanda-tanda yang dapat dikenal sebagai rasul sejati (11: 13;
12:11-16; 1 Kor 9:3-18), tanda-tanda yang menurut mereka sangat penting,
seperti surat rekomendasi (2 Kor 3:1-3). Penyangkalan Paulus ialah karena
pelayannaya berdasarkan pada pengalaman yang cuma-cuma dan belas kasihan-Nya,
ia tidak perlu menyembunyikan apa-apa.[9] Bahkan dengan terus menerus mengajak para
pembacanya untuk meneliti semua tindakan, kata-katanya, dan seluruh hidupnya
serta meniru dia (1 Kor 11:1). Paulus
tidak begitu memperhatikan kriteria lahiria dari “kerasulan sejati” yang ditemukan
dan diakui orang-orang Korintus.[10] Ia dengan tegas menolak bahwa ia memalsukan
pesan Injil meskipun ia menudu para lawannya justru melakukan hal itu. (2 Kor
2:17), barangkali karena mereka mebuatnya tergantung pada hal-hal lain selain
Allah. Ia telah berkali-kali mengajar
bahwa hanya ada satu injil, dan seandainya ia sendiri sendiri mengubhnya,
terkutuklah ia (1:8, 2 Kor 11:4).
Kemudian
sikap yang keempa yang dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan yaitu berani berkorban untuk jemaat yang dilayani
atas dasar kasih.
2 Korintus 12 : 14
“
sekarang sudah untuk ketiga kalinya aku siap untuk mengunjungi kamu , dan aku
tidak akan merupakan suatu beban bagi kamu.
Sebab bukan hartamu yang ku cari melainkan kamu sendiri. Sebab bukan anak-anak yang harus mengumpulkan
harta bagi orang tuanya, melainkan orang tualah untuk anak-anaknya. Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan
mengorbankan diriku untuk kamu. Jadi
jika aku sangat mengasihi kamu masakkan aku sendiri kurang dikasihani?
Kenyataanya bahwa Paulus tidak menerima bagi karya
kerasulannya mendorong orang Korintus untuk menudu ia menipu. Paulus telah menjawab tuduhan tersebut, tapi
masih tetap ada keraguan. Semangat bersaing
diantara orang Korintus bahkan demikian jauh dengan menuduh bahwa Paulus dengan
salah satu cara telah menolak mereka karena tidak mau menerima bantuan mereka.[11] Mereka secara keliru mencari alasan untuk
menjelaskan kasih setia Paulus terhadap mereka.
Mungkin orang-orang Korintus bahkan mulai membayangkan bahwa Paulus
memandang mereka lebih renda dari jemaat-jemaat lain.
Kunjungannya yang kerap dan lama adalah bukti yang
meyakinkan dari kasihnya terhadap mereka kalau mereka harus bersandar terhadap
tanda-tanda lahiria untuk meyakinkan diri akan kasih Paulus, mereka tidak perlu
melihat dari kesediannya menghabiskan kepentingannya bagi mereka. Kasihnya adalah kasih orang tua yang murah
dan perhatiannya kepada anak-anaknya.[12] Kasihnya tidak kurang kuat karena bukan kasih
yang mencari diri. Karena merupakan satu
karunia, kasihnya hendaknya jangan dianggap tidak memerlukan balasan
kasih. Ia tidak pernah menipu atau
mengambil keuntungan dari mereka, baik secara pribadi maupu melalui wakilnya.
Kesimpulan dan Aplikasi
Jaman
sekarang merupakan jaman yagn berkembang begitu beragam. Figur atau sosok dari orang yang memili
karkter yang benar, telah jarang untuk ditemukan. Sehingga seorang hamba Tuhan yang menjadi
pemimpin di dalam gereja, hendaknya hadir menjadi contoh yang patut diikuti
oleh setiap orang percaya. Oleh sebab
itu, dari keempat karakter yang telah dijelaskan oleh penulis diatas, hendaknya
ada di dalam hidup setiap pelayan Tuhan.
Namun
keempat karakter ini tidaklah menjadi patokan yang mutlak, karena mungkin akan ada
sedikit perubahan, tergantung konteks jaman sekarang atau konteks tempat dimana
seorang pelayan Tuhan itu berada. Namun
bukan suatu hal yang salah bila dicoba diterapkan di dalam kehidupan para
pelayan Tuhan.
Demikianlah
keempat karakter yang telah di jelaskan oleh penulis yaitu: Pertama menjadikan Kristus sebagai yang
nomor satu dalam hidup dan pemberitaan Injilnya. Kedua tidak
mementingkan kepentingan sendiri, melainkan melakukan semuanya demi kemuliaan
Allah, pemberitaan Injil dan demi keselamatan orang lain. Ketiga berani
memberitakan kebenaran Firman Allah. Dan
yang Keempat berani berkorban untuk
jemaat yang dilayani atas dasar kasih.
Keempat
karakter yang telah dijelaskan oleh penulis diatas belum mewakili semua
karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan. Masi ada begitu banyak karakter yang harus
dimiliki oleh seorang pelayan Tuhan.
Namun seorang pelayan Tuhan harus memiliki karakter yang benar dan
sesuai dengan Firman Tuhan, supaya hidupnya dapat berdampak kepada orang lain
yang dilayaninya. Biarlah karakter yang
telah dijelaskan oleh penulis diatas, dapat bermanfaat bagi para pelayan Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Pfeiffer,
Charles F., Everett F. Harisson. Tafsiran
Alkitab Wycliffe. Malang: Gandum
Mas, 2001.
Bergant, Dianne CSA, Robert J. Karris, OFM. Tafsir
Alkitab Perjanjian Baru,
diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata, Lembaga Biblika Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Fitzner,
V. C.. Kesatuan Dalam Kepelbagaian, Tafsiran Atas Surat 1 Korintus. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000.
Dani, Irfan. “Pengertian
Karakter”
[article on-line]; http://pustaka.pandani.web.id/2013/13/03/pengertian-karakter.html; internet; diakses 16 Maret 2014.
Spittler,
Russel P. Pertama dan Kedua Korintus.
Malang: Gandum Mas, 1997.
[1]. Irfan Dani “Pengertian
Karakter” [article on-line]; http://pustaka.pandani.web.id/2013/13/03/pengertian-karakter.html; internet; diakses 16 Maret 2014.
[2]. Ibid.
[3]. V. C. Pfitzner, Kesatuan
Dalam Kepelbagaian, Tafsiran Atas Surat 1 Korintus, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000), 25.
[4]. Ibid,27.
[5]. Ibid, 21.
[7]. Charles
F. Pfeiffer, Everett F. Harisson, Tafsiran
Alkitab Wycliffe. (Malang: Gandum Mas, 2001),634
[8]. Dianne
bergant, CSA, Robert J. Karris,
OFM, Tafsir
Alkitab Perjanjian Baru,
diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata, Lembaga Biblika Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 317.
[11]. Ibid, 327
[12]. Ibid, 328
Tidak ada komentar:
Posting Komentar